PENGANTAR
Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pengasih lagi maha Penyayang.
Segala puji bagi Allah yang telah mengajarkan kesempurnaan etika
kepada manusia dan membuka pintu bagi mereka untuk mengamalkannya.
Shalawat dan salam semoga tetap dilimpahkan kepada manusia terbaik yang
beribadah dan kembali kepada Allah.
Sesungguhnya Islam benar-benar menaruh perhatian yang sangat besar
kepada manusia di dalam segala perihal dan urusannya, agama dan
dunianya, lapang dan kesulitannya, bangun dan tidurnya, dikala bepergian
dan iqamah, makan dan minum, bahagia dan sedihnya. Tidak ada perkara
kecil ataupun besar apapun yang tidak dijelaskan oleh Islam.
Rasulullah telah menggoreskan buat kita melalui ucapan dan
perbuatannya rambu-rambu etika yang seyogya-nya ditempuh oleh setiap
mu’min di dalam hidupnya. Melalui kepribadiannya yang mulia, Rasulullah
telah menjelaskan kepada kita contoh etika yang seharusnya ditiru. Maka
barang siapa yang menghendaki kebahagiaan, hendaklah ia menempuh jalan
hidup Rasulullah SAW dan meneladani etikanya.
Oleh karena kebanyakan orang pada akhir-akhir ini yang tidak
mengetahui etika-etika tersebut atau butuh untuk diingatkan kembali,
maka kami memandang perlu menyajikannya secara singkat, dengan iringan
do`a kepada Allah semoga amal ini berguna bagi segenap kaum muslimin.
Semoga shalawat dan salam tetap dilimpahkan kepada Nabi Muhammad, keluarga dan para sahabatnya.
Daftar Isi :
-Etika Tidur dan Bangun
-Etika (Adab) Buang Hajat
-Etika Berpakaian dan Berhias
-Etika di Jalanan
-Etika Memberi Salam
-Etika Minta Izin
-Etika Majlis
-Etika Berbicara
-Etika Berbeda Pendapat
-Etika Bercanda
-Etika Bergaul Dengan Orang Lain
-Etika di Masjid
-Etika Membaca Al-Qur’an
-Etika Berdoa
-Etika Makan dan Minum
-Etika Bertamu
-Etika Menjenguk Orang Sakit
-Etika Janazah dan Ta’ziah
-Etika Safar (Bepergian Jauh)
-Etika Nasihat
-Etika Berkomunikasi Lewat Telepon
-Etika Pengantin dan Pergaulan Suami-Istri
-Etika di Pasar
-Etika Bertetangga
1.Etika Tidur dan Bangun
Berintrospeksi diri (muhasabah) sesaat sebelum tidur. Sangat
dianjurkan sekali bagi setiap muslim bermuha-sabah (berintrospeksi diri)
sesaat sebelum tidur, mengevaluasi segala perbuatan yang telah ia
lakukan di siang hari. Lalu jika ia dapatkan perbuatannya baik maka
hendaknya memuji kepada Allah SWT dan jika sebaliknya maka hendaknya
segera memohon ampunan-Nya, kembali dan bertobat kepada-Nya.
Tidur dini, berdasarkan hadits yang bersumber dari `Aisyah ra
“Bahwasanya Rasulullah SAW tidur pada awal malam dan bangun pada
pengujung malam, lalu beliau melakukan shalat”.(Muttafaq `alaih)
Disunnatkan berwudhu’ sebelum tidur, dan berbaring miring sebelah kanan.
Al-Bara’ bin `Azib ra menuturkan : Rasulullah SAW bersabda: “Apabila
kamu akan tidur, maka berwudlu’lah sebagaimana wudlu’ untuk shalat,
kemudian berbaringlah dengan miring ke sebelah kanan…” Dan tidak mengapa
berbalik kesebelah kiri nantinya.
Disunnatkan pula mengibaskan sperei tiga kali sebelum berbaring,
berdasarkan hadits Abu Hurairah ra bahwasanya Rasulullah ra bersabda:
“Apabila seorang dari kamu akan tidur pada tempat tidurnya, maka
hendaklah mengirapkan kainnya pada tempat tidurnya itu terlebih dahulu,
karena ia tidak tahu apa yang ada di atasnya…” Di dalam satu riwayat
dikatakan: “tiga kali”. (Muttafaq `alaih).
Makruh tidur tengkurap. Abu Dzar ra menuturkan :”Nabi SAW pernah lewat
melintasi aku, dikala itu aku sedang berbaring tengkurap. Maka Nabi
membangunkanku dengan kakinya sambil bersabda :”Wahai Junaidab
(panggilan Abu Dzar), sesungguhnya berbaring seperti ini (tengkurap)
adalah cara berbaringnya penghuni neraka”. (H.R. Ibnu Majah dan dinilai
shahih oleh Al-Albani).
Makruh tidur di atas dak terbuka, karena di dalam hadits yang bersumber
dari `Ali bin Syaiban disebutkan bahwasanya Nabi SAW telah bersabda:
“Barangsiapa yang tidur malam di atas atap rumah yang tidak ada
penutupnya, maka hilanglah jaminan darinya”. (HR. Al-Bukhari di dalam
al-Adab al-Mufrad, dan dinilai shahih oleh Al-Albani).
Menutup pintu, jendela dan memadamkan api dan lampu sebelum tidur. Dari
Jabir ra diriwayatkan bahwa sesung-guhnya Rasulullah r telah bersabda:
“Padamkanlah lampu di malam hari apa bila kamu akan tidur, tutuplah
pintu, tutuplah rapat-rapat bejana-bejana dan tutuplah makanan dan
minuman”. (Muttafaq’alaih).
Membaca ayat Kursi, dua ayat terakhir dari Surah Al-Baqarah, Surah
Al-Ikhlas dan Al-Mu`awwidzatain (Al-Falaq dan An-Nas), karena banyak
hadits-hadits shahih yang menganjurkan hal tersebut.
Membaca do`a-do`a dan dzikir yang keterangannya shahih dari Rasulullah SAW, seperti : Allaahumma qinii yauma tab’atsu ‘ibaadaka
“Ya Allah, peliharalah aku dari adzab-Mu pada hari Engkau
membangkitkan kembali segenap hamba-hamba-Mu”. Dibaca tiga kali.(HR. Abu
Dawud dan di hasankan oleh Al Albani)
Dan membaca: Bismika Allahumma Amuutu Wa ahya
” Dengan menyebut nama-Mu ya Allah, aku mati dan aku hidup.” (HR. Al Bukhari)
Apabila di saat tidur merasa kaget atau gelisah atau merasa
ketakutan, maka disunnatkan (dianjurkan) berdo`a dengan do`a berikut ini
:
” A’uudzu bikalimaatillaahit taammati min ghadhabihi Wa syarri ‘ibaadihi, wa min hamazaatisy syayaathiini wa an yahdhuruuna.”
Aku berlindung dengan Kalimatullah yang sempurna dari murka-Nya,
kejahatan hamba-hamba-Nya, dari gangguan syetan dan kehadiran mereka
kepadaku”. (HR. Abu Dawud dan dihasankan oleh Al Albani)
Hendaknya apabila bangun tidur membaca :
“Alhamdu Lillahilladzii Ahyaanaa ba’da maa Amaatanaa wa ilaihinnusyuuru”
“Segala puji bagi Allah yang telah menghidupkan kami setelah kami
dimatikan-Nya, dan kepada-Nya lah kami dikembalikan.” (HR. Al-Bukhari)
2.Adab buang hajat.
Segera membuang hajat. Apabila seseorang merasa akan buang air maka hendaknya bersegera
melakukannya, karena hal tersebut berguna bagi agamanya dan bagi
kesehatan jasmani.
Menjauh dari pandangan manusia di saat buang air (hajat). berdasarkan
hadits yang bersumber dari al-Mughirah bin Syu`bah Radhiallaahu ‘anhu
disebutkan ” Bahwasanya Nabi Shallallaahu ‘alaihi wa sallam apabila
pergi untuk buang air (hajat) maka beliau menjauh”. (Diriwayat-kan oleh
empat Imam dan dinilai shahih oleh Al-Albani).
Menghindari tiga tempat terlarang, yaitu aliran air, jalan-jalan
manusia dan tempat berteduh mereka. Sebab ada hadits dari Mu`adz bin
Jabal Radhiallaahu ‘anhu yang menyatakan demikian.
Tidak mengangkat pakaian sehingga sudah dekat ke tanah, yang demikian
itu supaya aurat tidak kelihatan. Di dalam hadits yang bersumber dari
Anas Radhiallaahu ‘anhu ia menuturkan: “Biasanya apabila Nabi
Shallallaahu ‘alaihi wa sallam hendak membuang hajatnya tidak mengangkat
(meninggikan) kainnya sehingga sudah dekat ke tanah. (HR. Abu Daud dan
At-Turmudzi, dinilai shahih oleh Albani).
Tidak membawa sesuatu yang mengandung penyebutan Allah kecuali karena
terpaksa. Karena tempat buang air (WC dan yang serupa) merupakan tempat
kotoran dan hal-hal yang najis, dan di situ setan berkumpul dan demi
untuk memelihara nama Allah dari penghinaan dan tindakan meremehkannya.
Dilarang menghadap atau membelakangi kiblat, berdasar-kan hadits yang
bersumber dari Abi Ayyub Al-Anshari Shallallaahu ‘alaihi wa sallam
menyebutkan bahwasanya Nabi Shallallaahu ‘alaihi wa sallam telah
bersabda: “Apabila kamu telah tiba di tempat buang air, maka janganlah
kamu menghadap kiblat dan jangan pula membelakanginya, apakah itu untuk
buang air kecil ataupun air besar. Akan tetapi menghadaplah ke arah
timur atau ke arah barat”. (Muttafaq’alaih).
Ketentuan di atas berlaku apabila di ruang terbuka saja. Adapun jika di
dalam ruang (WC) atau adanya pelindung / penghalang yang membatasi
antara si pembuang hajat dengan kiblat, maka boleh menghadap ke arah
kiblat. Dilarang kencing di air yang tergenang (tidak mengalir), karena
hadits yang bersumber dari Abu Hurairah Radhiallaahu ‘anhu bahwasanya
Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Jangan sekali-kali
seorang diantara kamu buang air kecil di air yang menggenang yang tidak
mengalir kemudian ia mandi di situ”.(Muttafaq’alaih).
Makruh mencuci kotoran dengan tangan kanan, karena hadits yang
bersumber dari Abi Qatadah Radhiallaahu ‘anhu menyebutkan bahwasanya
Nabi Shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Jangan sekali-kali
seorang diantara kamu memegang dzakar (kemaluan)nya dengan tangan
kanannya di saat ia kencing, dan jangan pula bersuci dari buang air
dengan tangan kanannya.” (Muttafaq’alaih).
Dianjurkan kencing dalam keadaan duduk, tetapi boleh jika sambil
berdiri. Pada dasarnya buang air kecil itu di lakukan sambil duduk,
berdasarkan hadits `Aisyah Radhiallaahu ‘anha yang berkata: Siapa yang
telah memberitakan kepada kamu bahwa Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa
sallam kencing sambil berdiri, maka jangan kamu percaya, sebab
Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa sallam tidak pernah kencing kecuali
sambil duduk. (HR. An-Nasa`i dan dinilai shahih oleh Al-Albani).
Sekalipun demikian seseorang dibolehkan kencing sambil berdiri dengan
syarat badan dan pakaiannya aman dari percikan air kencingnya dan aman
dari pandangan orang lain kepadanya. Hal itu karena ada hadits yang
bersumber dari Hudzaifah, ia berkata: “Aku pernah bersama Nabi
Shallallaahu ‘alaihi wa sallam (di suatu perjalanan) dan ketika sampai
di tempat pembuangan sampah suatu kaum beliau buang air kecil sambil
berdiri, maka akupun menjauh daripadanya. Maka beliau bersabda:
“Mende-katlah kemari”. Maka aku mendekati beliau hingga aku berdiri di
sisi kedua mata kakinya. Lalu beliau berwudhu dan mengusap kedua
khuf-nya.” (Muttafaq alaih).
Makruh berbicara di saat buang hajat kecuali darurat. berdasarkan
hadits yang bersumber dari Ibnu Umar Shallallaahu ‘alaihi wa sallam
diriwayatkan: “Bahwa sesungguhnya ada seorang lelaki lewat, sedangkan
Rasulullah saw. sedang buang air kecil. Lalu orang itu memberi salam
(kepada Nabi), namun beliau tidak menjawabnya. (HR. Muslim).
Makruh bersuci (istijmar) dengan mengunakan tulang dan kotoran hewan,
dan disunnatkan bersuci dengan jumlah ganjil. Di dalam hadits yang
bersumber dari Salman Al-Farisi Radhiallaahu ‘anhu disebutkan bahwasanya
ia berkata: “Kami dilarang oleh Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa
sallam beristinja (bersuci) dengan menggunakan kurang dari tiga biji
batu, atau beristinja dengan menggunakan kotoran hewan atau tulang. (HR.
Muslim).
Dan Nabi Shallallaahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda: ” Barangsiapa
yang bersuci menggunakan batu (istijmar), maka hendaklah diganjil-kan.”
Disunnatkan masuk ke WC dengan mendahulukan kaki kiri dan keluar
dengan kaki kanan berbarengan dengan dzikirnya masing-masing. Dari Anas
bin Malik Radhiallaahu ‘anhu diriwayatkan bahwa ia berkata: “Adalah
Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa sallam apabila masuk ke WC
mengucapkan :
“Allaahumma inni a’udzubika minal khubusi wal khabaaits”
“Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari pada syetan jantan dan setan betina”.
Dan apabila keluar, mendahulukan kaki kanan sambil mengucapkan : “Ghufraanaka” (ampunan-Mu ya Allah).
Mencuci kedua tangan sesudah menunaikan hajat. Di dalam hadis yang
bersumber dari Abu Hurairah ra. diriwayatkan bahwasanya “Nabi
Shallallaahu ‘alaihi wa sallam menunaikan hajatnya (buang air) kemudian
bersuci dari air yang berada pada sebejana kecil, lalu menggosokkan
tangannya ke tanah. (HR. Abu Daud dan Ibnu Majah).
3.ETIKA BERPAKAIAN DAN BERHIAS
Disunnatkan memakai pakaian baru, bagus dan bersih.
Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa sallam telah bersabda kepada salah
seorang shahabatnya di saat beliau melihatnya mengenakan pakaian jelek :
“Apabila Allah mengaruniakan kepadamu harta, maka tampakkanlah bekas
ni`mat dan kemurahan-Nya itu pada dirimu. (HR. Abu Daud dan dishahihkan
oleh Al-Albani).
Pakaian harus menutup aurat, yaitu longgar tidak membentuk lekuk tubuh dan tebal tidak memperlihatkan apa yang ada di baliknya.
Pakaian laki-laki tidak boleh menyerupai pakaian perempuan atau
sebaliknya. Karena hadits yang bersum-ber dari Ibnu Abbas Radhiallaahu
‘anhu ia menuturkan: “Rasulullah melaknat (mengutuk) kaum laki-laki yang
menyerupai kaum wanita dan kaum wanita yang menyerupai kaum pria.” (HR.
Al-Bukhari).
Tasyabbuh atau penyerupaan itu bisa dalam bentuk pakaian ataupun lainnya.
Pakaian tidak merupakan pakaian show (untuk ketenaran), karena
Rasulullah Radhiallaahu ‘anhu telah bersabda: “Barang siapa yang
mengenakan pakaian ketenaran di dunia niscaya Allah akan mengenakan
padanya pakaian kehinaan di hari Kiamat.” ( HR. Ahmad, dan dinilai hasan
oleh Al-Albani).
Pakaian tidak boleh ada gambar makhluk yang bernyawa atau gambar
salib, karena hadits yang bersumber dari Aisyah Radhiallaahu ‘anha
menyatakan bahwasanya beliau berkata: “Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi
wa sallam tidak pernah membiarkan pakaian yang ada gambar salibnya
melainkan Nabi menghapusnya”. (HR. Al-Bukhari dan Ahmad).
Laki-laki tidak boleh memakai emas dan kain sutera kecuali dalam
keadaan terpaksa. Karena hadits yang bersumber dari Ali Radhiallaahu
‘anhu mengatakan: “Sesungguhnya Nabi Allah Subhaanahu wa Ta’ala pernah
membawa kain sutera di tangan kanannya dan emas di tangan kirinya, lalu
beliau bersabda: Sesungguhnya dua jenis benda ini haram bagi kaum lelaki
dariumatku”. (HR. Abu Daud dan dinilai shahih oleh Al-Albani).
Pakaian laki-laki tidak boleh panjang melebihi kedua mata kaki.
Karena Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa sallam telah bersabda : “Apa
yang berada di bawah kedua mata kaki dari kain itu di dalam neraka” (HR.
Al-Bukhari).
Adapun perempuan, maka seharusnya pakaiannya menu-tup seluruh badannya, termasuk kedua kakinya. Adalah haram hukumnya orang yang menyeret (meng-gusur) pakaiannya karena
sombong dan bangga diri. Sebab ada hadits yang menyatakan : “Allah
tidak akan memperhatikan di hari Kiamat kelak kepada orang yang menyeret
kainnya karena sombong”. (Muttafaq’alaih).
Disunnatkan mendahulukan bagian yang kanan di dalam berpakaian atau
lainnya. Aisyah Radhiallaahu ‘anha di dalam haditsnya berkata:
“Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa sallam suka bertayammun (memulai
dengan yang kanan) di dalam segala perihalnya, ketika memakai sandal,
menyisir rambut dan bersuci’. (Muttafaq’-alaih).
Disunnatkan kepada orang yang mengenakan pakaian baru membaca :
“Segala puji bagi Allah yang telah menutupi aku dengan pakaian ini dan
mengaruniakannya kepada-ku tanpa daya dan kekuatan dariku”. (HR. Abu
Daud dan dinilai hasan oleh Al-Albani).
Disunnatkan memakai pakaian berwarna putih, katrena hadits
mengatakan: “Pakaialah yang berwarna putih dari pakaianmu, karena yang
putih itu adalah yang terbaik dari pakaian kamu …” (HR. Ahmad dan
dinilah shahih oleh Albani).
Disunnatkan menggunakan farfum bagi laki-laki dan perempuan, kecuali
bila keduanya dalam keadaan berihram untuk haji ataupun umrah, atau jika
perempuan itu sedang berihdad (berkabung) atas kematian suaminya, atau
jika ia berada di suatu tempat yang ada laki-laki asing (bukan
mahramnya), karena larangannya shahih.
Haram bagi perempuan memasang tato, menipiskan bulu alis, memotong gigi
supaya cantik dan menyambung rambut (bersanggul). Karena Rasulullah
Shallallaahu ‘alaihi wa sallam di dalam haditsnya mengatakan: “Allah
melaknat (mengutuk) wa-nita pemasang tato dan yang minta ditatoi, wanita
yang menipiskan bulu alisnya dan yang meminta ditipiskan dan wanita
yang meruncingkan giginya supaya kelihatan cantik, (mereka) mengubah
ciptaan Allah”. Dan di dalam riwayat Imam Al-Bukhari disebutkan: “Allah
melaknat wanita yang menyambung rambutnya”. (Muttafaq’alaih).
4.ETIKA DI JALANAN
Berjalan dengan sikap wajar dan tawadlu, tidak berlagak sombong di
saat berjalan atau mengangkat kepala karena sombong atau mengalihkan
wajah dari orang lain karena takabbur. Allah Subhaanahu wa Ta’ala
berfirman yang artinya:
“Dan janganlah kamu memalingkan mukamu dari manusia (karena sombong) dan
janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh. Sesungguhnya Allah
tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri”.
(Luqman: 18)
Memelihara pandangan mata, baik bagi laki-laki maupun perempuan. Allah Subhaanahu wa Ta’ala berfirman yang artinya:
“Katakanlah kepada orang laki-laki beriman: “Hendaklah mereka menahan
pandangannya, dan memelihara kemaluannya; yang demikian itu adalah lebih
suci bagi mereka. Sesungguhnya Allah Yang Maha Mengetahui apa yang
mereka perbuat. Dan katakanlah kepada wanita yang beriman: “Hendaklah
mereka menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya….” (An-Nur:
30-31).
Tidak mengganggu, yaitu tidak membuang kotoran, sisa makanan di
jalan-jalan manusia, dan tidak buang air besar atau kecil di situ atau
di tempat yang dijadikan tempat mereka bernaung.
Menyingkirkan gangguan dari jalan. Ini merupakan sedekah yang
karenanya seseorang bisa masuk surga. Dari Abu Hurairah Radhiallaahu
‘anhu diriwayatkan bahwasanya Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa sallam
bersabda: “Ketika ada seseorang sedang berjalan di suatu jalan, ia
menemukan dahan berduri di jalan tersebut, lalu orang itu
menyingkirkannya. Maka Allah bersyukur kepadanya dan mengampuni
dosanya…” Di dalam suatu riwayat disebutkan: maka Allah memasukkannya ke
surga”. (Muttafaq’alaih).
Menjawab salam orang yang dikenal ataupun yang tidak dikenal. Ini
hukumnya wajib, karena Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa sallam
bersabda:”Ada lima perkara wajib bagi seorang muslim terhadap
saudaranya- diantaranya: menjawab salam”. (Muttafaq alaih).
Beramar ma`ruf dan nahi munkar. Ini juga wajib dilakukan oleh setiap muslim, masing-masing sesuai kemampuannya.
Menunjukkan orang yang tersesat (salah jalan), mem-berikan bantuan
kepada orang yang membutuhkan dan menegur orang yang berbuat keliru
serta membela orang yang teraniaya. Di dalam hadits disebutkan: “Setiap
persendian manusia mempunyai kewajiban sedekah…dan disebutkan
diantaranya: berbuat adil di antara manusia adalah sedekah, menolong dan
membawanya di atas kendaraannya adalah sedekah atau mengangkatkan
barang-barangnya ke atas kendaraannya adalah sedekah dan menunjukkan
jalan adalah sedekah….” (Muttafaq alaih).
Perempuan hendaknya berjalan di pinggir jalan. Pada suatu ketika Nabi
pernah melihat campur baurnya laki-laki dengan wanita di jalanan, maka
ia bersabda kepada wanita: “Meminggirlah kalian, kalain tidak layak
memenuhi jalan, hendaklah kalian menelusuri pinggir jalan. (HR. Abu
Daud, dan dinilai shahih oleh Al-Albani).
Tidak ngebut bila mengendarai mobil khususnya di jalan-jalan yang
ramai dengan pejalan kaki, melapangkan jalan untuk orang lain dan
memberikan kesempatan kepada orang lain untuk lewat. Semua itu tergolong
di dalam tolong-menolong di dalam kebajikan.
5.ETIKA MEMBERI SALAM
Makruh memberi salam dengan ucapan: “Alaikumus salam” karena di dalam
hadits Jabir Radhiallaahu ‘anhu diriwayatkan bahwasanya ia menuturkan :
Aku pernah menjumpai Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa sallam maka aku
berkata: “Alaikas salam ya Rasulallah”. Nabi menjawab: “Jangan kamu
mengatakan: Alaikas salam”. Di dalam riwayat Abu Daud disebutkan:
“karena sesungguhnya ucapan “alaikas salam” itu adalah salam untuk
orang-orang yang telah mati”. (HR. Abu Daud dan At-Turmudzi, dishahihkan
oleh Al-Albani). Dianjurkan mengucapkan salam tiga kali jika khalayak banyak
jumlahnya. Di dalam hadits Anas disebutkan bahwa Nabi Shallallaahu
‘alaihi wa sallam apabila ia mengucapkan suatu kalimat, ia mengulanginya
tiga kali. Dan apabila ia datang kepada suatu kaum, ia memberi salam
kepada mereka tiga kali” (HR. Al-Bukhari).
Termasuk sunnah adalah orang mengendarai kendaraan memberikan salam
kepada orang yang berjalan kaki, dan orang yang berjalan kaki memberi
salam kepada orang yang duduk, orang yang sedikit kepada yang banyak,
dan orang yang lebih muda kepada yang lebih tua. Demikianlah disebutkan
di dalam hadits Abu Hurairah yang muttafaq’alaih.
Disunnatkan keras ketika memberi salam dan demikian pula menjawabnya,
kecuali jika di sekitarnya ada orang-orang yang sedang tidur. Di dalam
hadits Miqdad bin Al-Aswad disebutkan di antaranya: “dan kami pun
memerah susu (binatang ternak) hingga setiap orang dapat bagian minum
dari kami, dan kami sediakan bagian untuk Nabi Shallallaahu ‘alaihi wa
sallam Miqdad berkata: Maka Nabi pun datang di malam hari dan memberikan
salam yang tidak membangunkan orang yang sedang tidur, namun dapat
didengar oleh orang yang bangun”.(HR. Muslim).
Disunatkan memberikan salam di waktu masuk ke suatu majlis dan ketika
akan meninggalkannya. Karena hadits menyebutkan: “Apabila salah seorang
kamu sampai di suatu majlis hendaklah memberikan salam. Dan apabila
hendak keluar, hendaklah memberikan salam, dan tidaklah yang pertama
lebih berhak daripada yang kedua. (HR. Abu Daud dan disahihkan oleh
Al-Albani).
Disunnatkan memberi salam di saat masuk ke suatu rumah sekalipun rumah itu kosong, karena Allah telah berfirman yang artinya:
” Dan apabila kamu akan masuk ke suatu rumah, maka ucapkanlah salam atas diri kalian” (An-Nur: 61)
Dan karena ucapan Ibnu Umar Radhiallaahu ‘anhuma : “Apabila seseorang
akan masuk ke suatu rumah yang tidak berpenghuni, maka hendaklah ia
mengucapkan : Assalamu `alaina wa `ala `ibadillahis shalihin” (HR.
Bukhari di dalam Al-Adab Al-Mufrad, dan disahihkan oleh Al-Albani).
Dimakruhkan memberi salam kepada orang yang sedang di WC (buang
hajat), karena hadits Ibnu Umar Radhiallaahu ‘anhuma yang menyebutkan
“Bahwasanya ada seseorang yang lewat sedangkan Rasulullah Shallallaahu
‘alaihi wa sallam sedang buang air kecil, dan orang itu memberi salam.
Maka Nabi tidak menjawabnya”. (HR. Muslim)
Disunnatkan memberi salam kepada anak-anak, karena hadits yang
bersumber dari Anas Radhiallaahu ‘anhu menyebutkan: Bahwasanya ketika ia
lewat di sekitar anak-anak ia memberi salam, dan ia mengatakan:
“Demikianlah yang dilakukan oleh Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa
sallam”. (Muttafaq’alaih).
Tidak memulai memberikan salam kepada Ahlu Kitab, sebab Rasulullah
Shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda :” Janganlah kalian terlebih
dahulu memberi salam kepada orang-orang Yahudi dan Nasrani…..” (HR.
Muslim). Dan apabila mereka yang memberi salam maka kita jawab dengan
mengucapkan “wa `alaikum” saja, karena sabda Rasulullah Shallallaahu
‘alaihi wa sallam : “Apabila Ahlu Kitab memberi salam kepada kamu, maka
jawablah: wa `alaikum”.(Muttafaq’alaih).
Disunnatkan memberi saam kepada orang yang kamu kenal ataupun yang
tidak kamu kenal. Di dalam hadits Abdullah bin Umar Radhiallaahu ‘anhu
disebutkan bahwasanya ada seseorang yang bertanya kepada Nabi
Shallallaahu ‘alaihi wa sallam : “Islam yang manakah yang paling baik?
Jawab Nabi: Engkau memberikan makanan dan memberi salam kepada orang
yang telah kamu kenal dan yang belum kamu kenal”. (Muttafaq’alaih).
Disunnatkan menjawab salam orang yang menyampaikan salam lewat orang
lain dan kepada yang dititipinya. Pada suatu ketika seorang lelaki
datang kepada Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa sallam lalu berkata:
Sesungguhnya ayahku menyampaikan salam untukmu. Maka Nabi menjawab :
“`alaika wa `ala abikas salam”
Dilarang memberi salam dengan isyarat kecuali ada uzur, seperti
karena sedang shalat atau bisu atau karena orang yang akan diberi salam
itu jauh jaraknya. Di dalam hadits Jabir bin Abdillah Radhiallaahu ‘anhu
diriwayatkan bahwasanya Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa sallam
bersabda: “Janganlah kalian memberi salam seperti orang-orang Yahudi dan
Nasrani, karena sesungguhnya pemberian salam mereka memakai isyarat
dengan tangan”. (HR. Al-Baihaqi dan dinilai hasan oleh Al-Albani).
Disunnatkan kepada seseorang berjabat tangan dengan saudaranya.
Hadits Rasulullah mengatakan: “Tiada dua orang muslim yang saling
berjumpa lalu berjabat tangan, melainkan diampuni dosa keduanya sebelum
mereka berpisah” (HR. Abu Daud dan dishahihkan oleh Al-Albani).
Dianjurkan tidak menarik (melepas) tangan kita terlebih dahulu di
saat berjabat tangan sebelum orang yang dibattangani itu melepasnya.
Hadits yang bersumber dari Anas Radhiallaahu ‘anhu menyebutkan: “Nabi
Shallallaahu ‘alaihi wa sallam apabila ia diterima oleh seseorang lalu
berjabat tangan, maka Nabi tidak melepas tangannya sebelum orang itu
yang melepasnya….” (HR. At-Tirmidzi dan dishahihkan oleh Al-Albani).
Haram hukumnya membungkukkan tubuh atau sujud ketika memberi
penghormatan, karena hadits yang bersumber dari Anas menyebutkan: Ada
seorang lelaki berkata: Wahai Rasulullah, kalau salah seorang di antara
kami berjumpa dengan temannya, apakah ia harus membungkukkan tubuhnya
kepadanya? Nabi Shallallaahu ‘alaihi wa sallam menjawab: “Tidak”. Orang
itu bertanya: Apakah ia merangkul dan menciumnya? Jawab nabi: Tidak.
Orang itu bertanya: Apakah ia berjabat tangan dengannya? Jawab Nabi: Ya,
jika ia mau. (HR. At-Turmudzi dan dinilai shahih oleh Al-Albani).
Haram berjabat tangan dengan wanita yang bukan mahram. Rasulullah
Shallallaahu ‘alaihi wa sallam ketika akan dijabat tangani oleh kaum
wanita di saat baiat, beliau bersabda: “Sesung-guhnya aku tidak berjabat
tangan dengan kaum wanita”. (HR.Turmudzi dan Nasai, dan dishahihkan
oleh Albani).
6.ETIKA MEMINTA IZIN
Hendaknya orang yang akan meminta izin memilih waktu yang tepat untuk minta izin.
Hendaknya orang yang akan minta izin mengetuk pintu rumah orang yang
akan dikunjunginya secara pelan. Anas Radhiallaahu ‘anhu meriwayatkan
bahwasanya ia telah berkata: Sesung-guhnya pintu-pintu kediaman Nabi
Shallallaahu ‘alaihi wa sallam diketuk (oleh para tamunya) dengan ujung
kuku”. (HR. Al-Bukhari di dalam Al-Adab Al-Mufrad dan dishahihkan oleh
Al-Albani).
Hendaknya orang yang mengetuk pintu tidak menghadap ke pintu yang
diketuk, tetapi sebaiknya menolehkan pandangannya ke kanan atau ke kiri
agar pandangan tidak terjatuh kepada sesuatu di dalam rumah tersebut
yang dimana penghuni rumah tidak ingin ada orang lain yang melihatnya.
Karena minta izin itu sebenarnya dianjurkan untuk menjaga pandangan.
Sebelum minta izin hendaknya memberi salam terlebih dahulu. Rib`iy
berkata: Telah bercerita kepada saya seorang lelaki dari Bani `Amir,
bahwasanya ia pernah minta izin kepada Nabi Shallallaahu ‘alaihi wa
sallam di saat beliau ada di suatu rumah. Orang itu berkata: Bolehkah
saya masuk? Maka Nabi Shallallaahu ‘alaihi wa sallam berkata kepada
pembantunya: “Jumpailah orang itu dan ajari dia cara minta izin, dan
katakan kepadanya: Ucapkan Assalamu `alaikum, bolehkah saya masuk?”.
(HR. Ahmad dan Abu Daud, dishahihkan oleh Al-Albani).
Minta izin itu sampai tiga kali, jika sesudah tiga kali tidak ada
jawaban maka hendaknya pulang. Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa sallam
telah bersabda: “Apabila salah seorang di antara kamu minta izin sudah
tiga kali, lalu tidak diberi izin, maka hendaklah ia pulang”.
(Muttafaq’alaih).
Apabila orang yang minta izin itu ditanya tentang namanya, maka
hendaklah ia menyebutkan nama dan panggilannya, dan jangan mengatakan:
“Saya”. Jabir Radhiallaahu ‘anhu menuturkan: “Aku pernah datang kepada
Nabi Shallallaahu ‘alaihi wa sallam untuk menanyakan hutang yang ada
pada ayah saya. Maka aku ketuk pintu (rumah Nabi). Lalu Nabi berkata:
“Siapa itu?”. Maka aku jawab: Saya. Maka Nabi berkata: “Saya! Saya!”
dengan nada tidak suka.” (Muttafaq’alaih).
Hendaknya peminta izin pulang apabila permintaan izinnya ditolak, karena Allah telah berfirman yang artinya:
“Dan jika dikatakan kepada kamu “pulang”, maka pulanglah kamu, karena yang demikian itu lebih suci bagi kamu”. (An-Nur: 28).
Hendaknya peminta izin tidak memasuki rumah apabila tidak ada
orangnya, karena hal tersebut merupakan perbuatan melampaui hak orang
lain
7.ETIKA MAJLIS
Hendaknya memberi salam kepada orang-orang yang di dalam majlis di
saat masuk dan keluar dari majlis tersebut. Abu Hurairah Radhiallaahu
‘anhu telah meriwayatkan bahwasanya Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa
sallam telah bersabda: “Apabila salah seorang kamu sampai di suatu
majlis, maka hendaklah memberi salam, lalu jika dilihat layak baginya
duduk maka duduklah ia. Kemudian jika bangkit (akan keluar) dari majlis
hendaklah memberi salam pula. Bukanlah yang pertama lebih berhak
daripada yang selanjutnya. (HR. Abu Daud dan At-Tirmidzi, dinilai shahih
oleh Al-Albani).
Hendaknya duduk di tempat yang masih tersisa. Jabir bin Samurah telah
menuturkan: Adalah kami, apabila kami datang kepada Nabi Shallallaahu
‘alaihi wa sallam maka masing-masing kami duduk di tempat yang masih
tersedia di majlis. (HR. Abu Daud dan dishahihkan oleh Al-Albani).
Jangan sampai memindahkan orang lain dari tempat duduknya kemudian
mendudukinya, akan tetapi berlapang-lapanglah di dalam majlis. Ibnu Umar
Radhiallaahu ‘anhuma telah meriwayatkan bahwa sesungguhnya Nabi
Shallallaahu ‘alaihi wa sallam telah bersabda: “Seseorang tidak boleh
memindahkan orang lain dari tempat duduknya, lalu ia menggantikannya,
akan tetapi berlapanglah dan perluaslah.” (Muttafaq’alaih).
Tidak duduk di tengah-tengah halaqah (lingkaran majlis).
Tidak duduk di antara dua orang yang sedang duduk kecuali seizin
mereka. Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Tidak halal
bagi seseorang memisah di antara dua orang kecuali seizin keduanya”.
(HR. Ahmad dan dishahihkan oleh Al-Albani).
Tidak boleh menempati tempat duduk orang lain yang keluar sementara
waktu untuk suatu keperluan. Nabi Shallallaahu ‘alaihi wa sallam
bersabda: “Apabila seorang di antara kamu bangkit (keluar) dari tempat
duduknya, kemudian kembali, maka ia lebih berhak menempatinya”.
(HR.Muslim)
Tidak berbisik berduaan dengan meninggalkan orang ketiga. Ibnu Mas`ud
Radhiallaahu ‘anhu menuturkan : Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa
sallam telah bersabda: “Apabila kamu tiga orang, maka dua orang tidak
boleh berbisik-bisik tanpa melibatkan yang ketiga sehingga kalian
bercampur baur dengan orang banyak, karena hal tersebut dapat membuatnya
sedih”. (Muttafaq’alaih).
Para anggota majlis hendaknya tidak banyak tertawa. Rasulullah
Shallallaahu ‘alaihi wa sallam telah bersabda:”Janganlah kamu
memperbanyak tawa, karena banyak tawa itu mematikan hati”. (HR. Ibnu
Majah dan dinilai shahih oleh Al-Albani).
Hendaknya setiap anggota majlis menjaga pembicaraan yang terjadi di
dalam forum (majlis). Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa sallam
bersabda: “Apabila seseorang membicarakan suatu pembicaraan kemudian ia
menoleh, maka itu adalah amanat”. (HR. At-Tirmidzi, dinilai hasan oleh
Al-Albani).
Anggota majlis hendaknya tidak melakukan suatu perbuatan yang
bertentangan dengan perasaan orang lain, seperti menguap atau membuang
ingus atau bersendawa di dalam majlis.
Tidak melakukan perbuatan memata-matai. Rasulullah Shallallaahu
‘alaihi wa sallam bersabda: “Janganlah kamu mencari-cari atau
memata-matai orang”. (Muttafaq’alaih).
Disunnatkan menutup majlis dengan do`a Kaffarat majlis, karena
Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa sallam telah bersabda: “Barang siapa
yang duduk di dalam suatu majlis dan di majlis itu terjadi banyak gaduh,
kemudian sebelum bubar dari majlis itu ia membaca :
“Maha Suci Engkau ya Allah, dengan segala puji bagi-Mu; aku bersaksi
bahwasanya tiada yang berhak disembah selain engkau; aku memohon
ampunanmu dan aku bertobat kepada-Mu”, melainkan Allah mengampuni apa
yang terjadi di majlis itu baginya”(HR. Ahmad dan At-Tirmidzi, dan
dishahihkan oleh Al- Albani).
8.ETIKA BERBICARA
Hendaknya pembicaran selalu di dalam kebaikan. Allah Subhaanahu wa Ta’ala berfirman yang artinya:
“Tidak ada kebaikan pada kebanyakan bisik-bisikan mereka, kecuali
bisik-bisikan dari orang yang menyuruh (manusia) memberi sedekah atau
berbuat ma`ruf, atau mengadakan perdamaian diantara manusia”. (An-Nisa:
114).
Hendaknya pembicaran dengan suara yang dapat dide-ngar, tidak terlalu
keras dan tidak pula terlalu rendah, ungkapannya jelas dapat difahami
oleh semua orang dan tidak dibuat-buat atau dipaksa-paksakan.
Jangan membicarakan sesuatu yang tidak berguna bagimu. Hadits
Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa sallam menyatakan: “Termasuk kebaikan
islamnya seseorang adalah meninggalkan sesuatu yang tidak berguna”.
(HR. Ahmad dan Ibnu Majah).
Janganlah kamu membicarakan semua apa yang kamu dengar. Abu Hurairah
Radhiallaahu ‘anhu di dalam hadisnya menuturkan : Rasulullah
Shallallaahu ‘alaihi wa sallam telah bersabda: “Cukuplah menjadi suatu
dosa bagi seseorang yaitu apabila ia membicarakan semua apa yang telah
ia dengar”.(HR. Muslim)
Menghindari perdebatan dan saling membantah, sekali-pun kamu berada
di fihak yang benar dan menjauhi perkataan dusta sekalipun bercanda.
Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Aku adalah penjamin
sebuah istana di taman surga bagi siapa saja yang menghindari
bertikaian (perdebatan) sekalipun ia benar; dan (penjamin) istana di
tengah-tengah surga bagi siapa saja yang meninggalkan dusta sekalipun
bercanda”. (HR. Abu Daud dan dinilai hasan oleh Al-Albani).
Tenang dalam berbicara dan tidak tergesa-gesa. Aisyah Radhiallaahu
‘anha. telah menuturkan: “Sesungguhnya Nabi Shallallaahu ‘alaihi wa
sallam apabila membicarakan suatu pembicaraan, sekiranya ada orang yang
menghitungnya, niscaya ia dapat menghitungnya”. (Mutta-faq’alaih).
Menghindari perkataan jorok (keji). Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi
wa sallam bersabda: “Seorang mu’min itu pencela atau pengutuk atau keji
pembicaraannya”. (HR. Al-Bukhari di dalam Al-Adab Mufrad, dan
dishahihkan oleh Al-Albani).
Menghindari sikap memaksakan diri dan banyak bicara di dalam
berbicara. Di dalam hadits Jabir Radhiallaahu ‘anhu disebutkan: “Dan
sesungguhnya manusia yang paling aku benci dan yang paling jauh dariku
di hari Kiamat kelak adalah orang yang banyak bicara, orang yang
berpura-pura fasih dan orang-orang yang mutafaihiqun”. Para shahabat
bertanya: Wahai Rasulllah, apa arti mutafaihiqun? Nabi menjawab:
“Orang-orang yang sombong”. (HR. At-Turmudzi, dinilai hasan oleh
Al-Albani).
Menghindari perbuatan menggunjing (ghibah) dan mengadu domba. Allah
Subhaanahu wa Ta’ala berfirman yang artinya: “Dan janganlah sebagian
kamu menggunjing sebagian yang lain”.(Al-Hujurat: 12).
Mendengarkan pembicaraan orang lain dengan baik dan tidak
memotongnya, juga tidak menampakkan bahwa kamu mengetahui apa yang
dibicarakannya, tidak menganggap rendah pendapatnya atau mendustakannya.
Jangan memonopoli dalam berbicara, tetapi berikanlah kesempatan kepada orang lain untuk berbicara.
Menghindari perkataan kasar, keras dan ucapan yang menyakitkan
perasaan dan tidak mencari-cari kesalahan pembicaraan orang lain dan
kekeliruannya, karena hal tersebut dapat mengundang kebencian,
permusuhan dan pertentangan.
Menghindari sikap mengejek, memperolok-olok dan memandang
rendah orang yang berbicara. Allah Subhaanahu wa Ta’ala berfirman
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا لَا يَسْخَرْ قَومٌ مِنْ قَوْمٍ عَسَى
أَنْ يَكُونُوا خَيْرًا مِنْهُمْ وَلَا نِسَاءٌ مِنْ نِسَاءٍ عَسَى أَنْ
يَكُنَّ خَيْرًا مِنْهُنَّ وَلَا تَلْمِزُوا أَنْفُسَكُمْ وَلَا
تَنَابَزُوا بِالْأَلْقَابِ بِئْسَ الِاسْمُ الْفُسُوقُ بَعْدَ الْإِيمَانِ
وَمَنْ لَمْ يَتُبْ فَأُولَئِكَ هُمُ الظَّالِمُونَ
yang artinya:
“Wahai orang-orang yang beriman, janganlah suatu kaum mengolok-olokan
kaum yang lain (karena) boleh jadi mereka (yang diolok-olokan) lebih
baik dari mereka (yang mengolok-olokan), dan jangan pula wanita-wanita
(mengolok-olokan) wanita-wanita lain (karena) boleh jadi wanita-wanita
(yang diperolok-olokan) lebih baik dari wanita (yang mengolok-olokan).
(Al-Hujurat: 11).
9.ETIKA BERBEDA PENDAPAT
Ikhlas dan mencari yang haq serta melepaskan diri dari nafsu di saat
berbeda pendapat. Juga menghindari sikap show (ingin tampil) dan membela
diri dan nafsu.
Mengembalikan perkara yang diperselisihkan kepada Kitab Al-Qur’an dan
Sunnah. Karena Allah Subhaanahu wa Ta’ala telah berfirman yang artinya:
“Dan jika kamu berselisih pendapat tentang sesuatu maka kembalikanlah ia kepada Allah (Kitab) dan Rasul”. (An-Nisa: 59).
Berbaik sangka kepada orang yang berbeda pendapat denganmu dan tidak menuduh buruk niatnya, mencela dan menganggapnya cacat.
Sebisa mungkin berusaha untuk tidak memperuncing perselisihan, yaitu
dengan cara menafsirkan pendapat yang keluar dari lawan atau yang
dinisbatkan kepadanya dengan tafsiran yang baik.
Berusaha sebisa mungkin untuk tidak mudah menyalahkan orang lain,
kecuali sesudah penelitian yang dalam dan difikirkan secara matang.
Berlapang dada di dalam menerima kritikan yang ditujukan kepada anda atau catatan-catatang yang dialamatkan kepada anda.
Sedapat mungkin menghindari permasalahan-permasalahan khilafiyah dan fitnah.
Berpegang teguh dengan etika berdialog dan menghindari perdebatan, bantah-membantah dan kasar menghadapi lawan
10.ETIKA BERCANDA
Hendaknya percandaan tidak mengandung nama Allah, ayat-ayat-Nya,
Sunnah rasul-Nya atau syi`ar-syi`ar Islam. Karena Allah telah berfirman
tentang orang-orang yang memperolok-olokan shahabat Nabi Shallallaahu
‘alaihi wa sallam , yang ahli baca al-Qur`an yang artimya:
“Dan jika kamu tanyakan kepada mereka (tentang apa yang mereka lakukan),
tentulah mereka menjawab: “Sesungguh-nya kami hanyalah bersenda gurau
dan bermain-main saja”. Katakanlah: “Apakah dengan Allah, ayat-ayat-Nya
dan Rasul-Nya kamu selalu berolok-olok?”. Tidak usah kamu minta ma`af,
karena kamu kafir sesudah beriman”. (At-Taubah: 65-66).
Hendaknya percandaan itu adalah benar tidak mengandung dusta. Dan
hendaknya pecanda tidak mengada-ada cerita-cerita khayalan supaya orang
lain tertawa. Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Celakalah bagi orang yang berbicara lalu berdusta supaya dengannya
orang banyak jadi tertawa. Celakalah baginya dan celakalah”. (HR. Ahmad
dan dinilai hasan oleh Al-Albani).
Hendaknya percandaan tidak mengandung unsur menyakiti perasaan salah
seorang di antara manusia.
Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa sallam
bersabda: “Janganlah seorang di antara kamu mengambil barang temannya
apakah itu hanya canda atau sungguh-sungguh; dan jika ia telah mengambil
tongkat temannya, maka ia harus mengembalikannya kepadanya”. (HR. Ahmad
dan Abu Daud; dinilai hasan oleh Al-Albani).
Bercanda tidak boleh dilakukan terhadap orang yang lebih tua darimu,
atau terhadap orang yang tidak bisa bercanda atau tidak dapat
menerimanya, atau terhadap perempuan yang bukan mahrammu.
Hendaknya anda tidak memperbanyak canda hingga menjadi tabiatmu, dan
jatuhlah wibawamu dan akibatnya kamu mudah dipermainkan oleh orang lain.
11.ETIKA BERGAUL DENGAN ORANG LAIN
Hormati perasaan orang lain, tidak mencoba menghina atau menilai mereka cacat.
Jaga dan perhatikanlah kondisi orang, kenalilah karakter dan akhlaq
mereka, lalu pergaulilah mereka, masing-masing menurut apa yang
sepantasnya.
Mendudukkan orang lain pada kedudukannya dan masing-masing dari mereka diberi hak dan dihargai.
Perhatikanlah mereka, kenalilah keadaan dan kondisi mereka, dan tanyakanlah keadaan mereka.
Bersikap tawadhu’lah kepada orang lain dan jangan merasa lebih tinggi atau takabbur dan bersikap angkuh terhadap mereka.
Bermuka manis dan senyumlah bila anda bertemu orang lain.
Berbicaralah kepada mereka sesuai dengan kemampuan akal mereka.
Berbaik sangkalah kepada orang lain dan jangan memata-matai mereka.
Mema`afkan kekeliruan mereka dan jangan mencari-cari kesalahan-kesalahannya, dan tahanlah rasa benci terhadap mereka. Dengarkanlah pembicaraan mereka dan hindarilah perdebatan dan bantah-membantah dengan mereka.
12.ETIKA DI MASJID
Berdo`a di saat pergi ke masjid. Berdasarkan hadits Ibnu Abbas
Radhiallaahu anhu beliau menyebutkan: Adalah Rasulullah Shallallaahu
alaihi wa Sallam apabila ia keluar (rumah) pergi shalat (di masjid)
berdo`a :
“Ya Allah, jadikanlah cahaya di dalam hatiku, dan cahaya pada
lisanku, dan jadikanlah cahaya pada pendengaranku dan cahaya pada
penglihatanku, dan jadikanlah cahaya dari belakangku, dan cahaya dari
depanku, dan jadikanlah cahaya dari atasku dan cahaya dari bawahku. Ya
Allah, anugerahilah aku cahaya”. (Muttafaq’alaih).
Berjalan menuju masjid untuk shalat dengan tenang dan khidmat.
Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Sallam telah bersabda: “Apabila shalat
telah diiqamatkan, maka janganlah kamu datang menujunya dengan berlari,
tetapi datanglah kepadanya dengan berjalan dan memperhatikan
ketenangan. Maka apa (bagian shalat) yang kamu dapati ikutilah dan yang
tertinggal sempurnakanlah. (Muttafaq’alaih).
Berdo`a disaat masuk dan keluar masjid. Disunatkan bagi orang yang
masuk masjid mendahulukan kaki kanan, kemudian bershalawat kepada Nabi
Shallallaahu alaihi wa Sallam lalu mengucapkan:
“(Ya Allah, bukakanlah bagiku pintu-pintu rahmat-Mu)”
Dan bila keluar mendahulukan kaki kiri, lalu bershalawat kepada Nabi Shallallaahu alaihi wa Sallam kemudian membaca do`a:
“(Ya Allah, sesungguhnya aku memohon bagian dari karunia-Mu)”. (HR. Muslim).
Disunnatkan melakukan shalat sunnah tahiyatul masjid bila telah masuk
masjid. Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Sallam bersabda: “Apabila
seorang di antara kamu masuk masjid hendaklah shalat dua raka`at sebelum
duduk”. (Muttafaq alaih).
Dilarang berjual-beli dan mengumumkan barang hilang di dalam masjid.
Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Sallam bersabda: “Apabila kamu melihat
orang yang menjual atau membeli sesuatu di dalam masjid, maka doakanlah
“Semoga Allah tidak memberi keuntungan bagimu”. Dan apabila kamu
melihat orang yang mengumumkan barang hilang, maka do`akanlah “Semoga
Allah tidak mengembalikan barangmu yang hilang”. (HR. At-Turmudzi dan
dishahihkan oleh Al-Albani).
Dilarang masuk ke masjid bagi orang makan bawang putih, bawang merah
atau orang yang badannya berbau tidak sedap. Rasulullah Shallallaahu
alaihi wa Sallam bersabda: “Barangsiapa yang memakan bawang putih,
bawang merah atau bawang daun, maka jangan sekali-kali mendekat ke
masjid kami ini, karena malaikat merasa terganggu dari apa yang
dengan-nya manusia terganggu”. (HR. Muslim). Dan termasuk juga rokok dan
bau lain yang tidak sedap yang keluar dari badan atau pakaian.
Dilarang keluar dari masjid sesudah adzan. Rasulullah Shallallaahu
alaihi wa Sallam bersabda: “Apabila tukang adzan telah adzan, maka
jangan ada seorangpun yang keluar sebelum shalat”. (HR. Al-Baihaqi dan
dishahihkan oleh Al-Albani).
Tidak lewat di depan orang yang sedang shalat, dan disunnatkan bagi
orang yang sholat menaroh batas di depannya. Rasulullah Shallallaahu
alaihi wa Sallam bersabda: “Kalau sekiranya orang yang lewat di depan
orang yang sedang sholat itu mengetahui dosa perbuatannya, niscaya ia
berdiri dari jarak empat puluh itu lebih baik baginya daripada lewat di
depannya”. (Muttafaq alaih).
Tidak menjadikan masjid sebagai jalan. Rasulullah Shallallaahu alaihi
wa Sallam bersabda: “Janganlah kamu menjadikan masjid sebagai jalan,
kecuali (sebagai tempat) untuk berzikir dan shalat”. (HR. Ath-Thabrani,
dinilai hasan oleh Al-Albani).
Tidak menyaringkan suara di dalam masjid dan tidak mengganggu
orang-orang yang sedang shalat. Termasuk perbuatan mengganggu orang
shalat adalah membiarkan Handphone anda dalam keadaan aktif di saat
shalat.
Hendaknya wanita tidak memakai farfum atau berhias bila akan pergi ke
masjid. Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Sallam bersabda: “Apabila
salah seorang di antara kamu (kaum wanita) ingin shalat di masjid, maka
janganlah menyentuh farfum”. (HR. Muslim).
Orang yang junub, wanita haid atau nifas tidak boleh masuk masjid.
Allah berfirman: “(Dan jangan pula menghampiri masjid), sedang kamu
dalam keadaan junub, kecuali sekedar berlalu saja, hingga kamu mandi”.
(an-Nisa: 43).
`Aisyah Radhiallaahu anha meriwayatkan bahwa Rasulullah Shallallaahu
alaihi wa Sallam telah bersabda kepadanya: “Ambilkan buat saya kain alas
dari masjid”. Aisyah menjawab: Sesungguhnya aku haid? Nabi bersabda:
“Sesungguhnya haidmu bukan di tanganmu”. (HR. Muslim).
13.ETIKA MEMBACA AL-QUR’AN
Sebaiknya orang yang membaca Al-Qur’an dalam keadaan sudah berwudhu,
suci pakaiannya, badannya dan tempatnya serta telah bergosok gigi.
Hendaknya memilih tempat yang tenang dan waktunya pun pas, karena hal tersebut lebih dapat konsentrasi dan jiwa lebih tenang.
Hendaknya memulai tilawah dengan ta`awwudz, kemu-dian basmalah pada
setiap awal surah selain selain surah At-Taubah. Allah Subhanahu wa
Ta’ala berfirman yang artinya: “Apabila kamu akan mem-baca al-Qur’an,
maka memohon perlindungan-lah kamu kepada Allah dari godaan syetan yang
terkutuk”. (An-Nahl: 98).
Hendaknya selalu memperhatikan hukum-hukum tajwid dan membunyikan
huruf sesuai dengan makhrajnya serta membacanya dengan tartil
(perlahan-lahan). Allah berfirman yang Subhanahu wa Ta’ala artinya:
“Dan Bacalah Al-Qur’an itu dengan perlahan-lahan”. (Al-Muzzammil: 4).
Disunnatkan memanjangkan bacaan dan memperindah suara di saat
membacanya. Anas bin Malik Radhiallaahu anhu pernah ditanya: Bagaimana
bacaan Nabi Shallallaahu alaihi wa Sallam (terhadap Al-Qur’an? Anas
menjawab: “Bacaannya panjang (mad), kemudian Nabi membaca
“Bismillahirrahmanirrahim” sambil memanjangkan Bismillahi, dan
memanjangkan bacaan ar-rahmani dan memanjangkan bacaan ar-rahim”. (HR.
Al-Bukhari). Dan Nabi Shallallaahu alaihi wa Sallam juga bersabda:
“Hiasilah suara kalian dengan Al-Qur’an”. (HR. Abu Daud, dan
dishahih-kan oleh Al-Albani).
Hendaknya membaca sambil merenungkan dan menghayati makna yang
terkandung pada ayat-ayat yang dibaca, berinteraksi dengannya, sambil
memohon surga kepada Allah bila terbaca ayat-ayat surga, dan berlindung
kepada Allah dari neraka bila terbaca ayat-ayat neraka. Allah Subhanahu
wa Ta’ala berfirman yang artinya: “Ini adalah sebuah kitab yang Kami
turunkan kepadamu penuh dengan berkah supaya mereka memperhatikan
ayat-ayatnya dan supaya mendapat pelajaran orang-orang yang mempunyai
fikiran.” (Shad: 29). Dan di dalam hadits Hudzaifah ia menuturkan:
“……Apabila Nabi terbaca ayat yang mengandung makna bertasbih (kepada
Allah) beliau bertasbih, dan apabila terbaca ayat yang mengandung do`a,
maka beliau berdo`a, dan apabila terbaca ayat yang bermakna meminta
perlindungan (kepada Allah) beliau memohon perlindungan”. (HR. Muslim).
Allah berfirman yang artinya:
Hendaknya mendengarkan bacaan Al-Qur’an dengan baik dan diam, tidak
berbicara. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman yang artinya: “Dan
apabila Al-Qur’an dibacakan, maka dengarkanlah baik-baik, dan
perhatikanlah dengan tenang agar kamu men-dapat rahmat”. (Al-A`raf:
204).
Hendaklah selalu menjaga al-Qur’an dan tekun membacanya dan
mempelajarinya (bertadarus) hingga tidak lupa. Rasulullah Shallallaahu
alaihi wa Sallam bersabda: “Peliharalah Al-Qur’an baik-baik, karena demi
Tuhan yang diriku berada di tangan-Nya, ia benar-benar lebih liar
(mudah lepas) dari pada unta yang terikat di tali kendalinya”. (HR.
Al-Bukhari).
Hendaknya tidak menyentuh Al-Qur’an kecuali dalam keadaan suci. Allah
Subhanahu wa Ta’ala telah berfirman yang artinya: “Tidak akan
menyentuhnya kecuali orang-orang yang disucikan”. (Al-Waqi`ah: 79).
Boleh bagi wanita haid dan nifas membaca al-Qur’an dengan tidak
menyentuh mushafnya menurut salah satu pendapat ulama yang lebih kuat,
karena tidak ada hadits shahih dari Rasulullah Shallallaahu alaihi wa
Sallam yang melarang hal tersebut.
Disunnatkan menyaringkan bacaan Al-Qur’an selagi tidak ada unsur yang
negatif, seperti riya atau yang serupa dengannya, atau dapat mengganggu
orang yang sedang shalat, atau orang lain yang juga membaca Al-Qur’an.
Termasuk sunnah adalah berhenti membaca bila sudah ngantuk, karena
Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Sallam bersabda: “?pabila salah
seorang kamu bangun di malam hari, lalu lisannya merasa sulit untuk
membaca Al-Qur’an hingga tidak menyadari apa yang ia baca, maka
hendaknya ia berbaring (tidur)”. (HR. Muslim).
14.ETIKA BERDO`A
Terlebih dahulu sebelum berdo`a hendaknya memuji kepada Allah
kemudian bershalawat kepada Nabi Shallallaahu alaihi wa Sallam.
Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Sallam pernah mendengar seorang lelaki
sedang berdo`a di dalam shalatnya, namun ia tidak memuji kepada Allah
dan tidak bershalawat kepada Nabi Shallallaahu alaihi wa Sallam maka
Nabi bersabda kepadanya: “Kamu telah tergesa-gesa wahai orang yang
sedang shalat. Apabila anda selesai shalat, lalu kamu duduk, maka
memujilah kepada Allah dengan pujian yang layak bagi-Nya, dan
bershalawatlah kepadaku, kemudian berdo`alah”. (HR. At-Turmudzi, dan
dishahihkan oleh Al-Albani).
Mengakui dosa-dosa, mengakui kekurangan (keteledoran diri) dan
merendahkan diri, khusyu’, penuh harapan dan rasa takut kepada Allah di
saat anda berdo`a. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman yang artinya:
“Sesungguhnya mereka adalah orang-orang yang selalu bersegera di dalam
(mengerjakan) perbuatan-perbuatan yang baik dan mereka berdo`a kepada
Kami dengan harap dan cemas. Dan mereka adalah orang-orang yang khusyu`
kepada Kami”. (Al-Anbiya’: 90).
Berwudhu’ sebelum berdo`a, menghadap Kiblat dan mengangkat kedua
tangan di saat berdo`a. Di dalam hadits Abu Musa Al-Asy`ari Radhiallaahu
anhu disebutkan bahwa setelah Nabi Shallallaahu alaihi wa Sallam
selesai melakukan perang Hunain :” Beliau minta air lalu berwudhu,
kemudian mengangkat kedua tangannya; dan aku melihat putih kulit ketiak
beliau”. (Muttafaq’alaih).
Benar-benar (meminta sangat) di dalam berdo`a dan berbulat tekad di
dalam memohon. Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Sallam bersabda:
“Apabila kamu berdo`a kepada Allah, maka bersungguh-sungguhlah di dalam
berdo`a, dan jangan ada seorang kamu yang mengatakan :Jika Engkau
menghendaki, maka berilah aku”, karena sesungguhnya Allah itu tidak ada
yang dapat memaksanya”. Dan di dalam satu riwayat disebutkan: “Akan
tetapi hendaknya ia bersungguh-sungguh dalam memohon dan membesarkan
harapan, karena sesungguhnya Allah tidak merasa berat karena sesuatu
yang Dia berikan”. (Muttafaq’alaih).
Menghindari do`a buruk terhadap diri sendiri, anak dan harta.
Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Sallam bersabda: “Jangan sekali-kali
kamu mendo`akan buruk terhadap diri kamu dan juga terhadap anak-anak
kamu dan pula terhadap harta kamu, karena khawatir do`a kamu bertepatan
dengan waktu dimana Allah mengabulkan do`amu”. (HR. Muslim).
Merendahkan suara di saat berdo`a. Rasulullah Shallallaahu alaihi wa
Sallam bersabda: “Wahai sekalian manusia, kasihanilah diri kamu, karena
sesungguhnya kamu tidak berdo`a kepada yang tuli dan tidak pula ghaib,
sesungguhnya kamu berdo`a (memohon) kepada Yang Maha Mendengar lagi Maha
Dekat dan Dia selalu menyertai kamu”. (HR. Al-Bukhari).
Berkonsentrasi di saat berdo`a. Rasulullah Shallallaahu alaihi wa
Sallam bersabda: “Berdo`alah kamu kepada Allah sedangkan kamu dalam
keadaan yakin dikabulkan, dan ketahuilah bahwa sesungguhnya Allah tidak
mengabulkan do`a dari hati yang lalai”. (HR. At-Turmudzi dan dihasankan
oleh Al-Albani).
Tidak memaksa bersajak di dalam berdo`a. Ibnu Abbas pernah berkata
kepada `Ikrimah: “Lihatlah sajak dari do`amu, lalu hindarilah ia, karena
sesungguhnya aku memperhatikan Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Sallam
dan para shahabatnya tidak melakukan hal tersebut”.(HR. Al-Bukhari)..
15.ETIKA MAKAN DAN MINUM
Berupaya untuk mencari makanan yang halal. Allah Shallallaahu alaihi
wa Sallam berfirman: “Wahai orang-orang yang beriman, makanlah di antara
rizki yang baik-baik yang Kami berikan kepadamu”. (Al-Baqarah: 172).
Yang baik disini artinya adalah yang halal.
Hendaklah makan dan minum yang kamu lakukan diniatkan agar bisa dapat
beribadah kepada Allah, agar kamu mendapat pahala dari makan dan
minummu itu.
Hendaknya mencuci tangan sebelum makan jika tangan kamu kotor, dan
begitu juga setelah makan untuk menghilangkan bekas makanan yang ada di
tanganmu.
Hendaklah kamu puas dan rela dengan makanan dan minuman yang ada, dan
jangan sekali-kali mencelanya. Abu Hurairah Radhiallaahu anhu di dalam
haditsnya menuturkan: “Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Sallam sama
sekali tidak pernah mencela makanan. Apabila suka sesuatu ia makan dan
jika tidak, maka ia tinggalkan”. (Muttafaq’alaih).
Hendaknya jangan makan sambil bersandar atau dalam keadaan
menyungkur. Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Sallam bersabda; “Aku
tidak makan sedangkan aku menyandar”. (HR. al-Bukhari). Dan di dalam
haditsnya, Ibnu Umar Radhiallaahu anhu menuturkan: “Rasulullah
Shallallaahu alaihi wa Sallam telah melarang dua tempat makan, yaitu
duduk di meja tempat minum khamar dan makan sambil menyungkur”. (HR. Abu
Daud, dishahihkan oleh Al-Albani).
Tidak makan dan minum dengan menggunakan bejana terbuat dari emas dan
perak. Di dalam hadits Hudzaifah dinyatakan di antaranya bahwa Nabi
Shallallaahu alaihi wa Sallam telah bersabda: “… dan janganlah kamu
minum dengan menggunakan bejana terbuat dari emas dan perak, dan jangan
pula kamu makan dengan piring yang terbuat darinya, karena keduanya
untuk mereka (orang kafir) di dunia dan untuk kita di akhirat kelak”.
(Muttafaq’alaih).
Hendaknya memulai makanan dan minuman dengan membaca Bismillah dan
diakhiri dengan Alhamdulillah. Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Sallam
bersabda: “Apabila seorang diantara kamu makan, hendaklah menyebut nama
Allah Subhanahu wa Ta’ala dan jika lupa menyebut nama Allah Subhanahu wa
Ta’ala pada awalnya maka hendaknya mengatakan : Bismillahi awwalihi wa
akhirihi”. (HR. Abu Daud dan dishahihkan oleh Al-Albani). Adapun
meng-akhirinya dengan Hamdalah, karena Rasulullah Shallallaahu alaihi wa
Sallam bersabda: “Sesungguhnya Allah sangat meridhai seorang hamba yang
apabila telah makan suatu makanan ia memuji-Nya dan apabila minum
minuman ia pun memuji-Nya”. (HR. Muslim).
Hendaknya makan dengan tangan kanan dan dimulai dari yang ada di
depanmu. Rasulllah Shallallaahu alaihi wa Sallam bersabda Kepada Umar
bin Salamah: “Wahai anak, sebutlah nama Allah dan makanlah dengan tangan
kananmu dan makanlah apa yang di depanmu. (Muttafaq’alaih).
Disunnatkan makan dengan tiga jari dan menjilati jari-jari itu
sesudahnya. Diriwayatkan dari Ka`ab bin Malik dari ayahnya, ia
menuturkan: “Adalah Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Sallam makan
dengan tiga jari dan ia menjilatinya sebelum mengelapnya”. (HR. Muslim).
Disunnatkan mengambil makanan yang terjatuh dan membuang bagian yang
kotor darinya lalu memakannya. Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Sallam
bersabda: “Apabila suapan makan seorang kamu jatuh hendaklah ia
mengambilnya dan membuang bagian yang kotor, lalu makanlah ia dan jangan
membiarkannya untuk syetan”. (HR. Muslim).
Tidak meniup makan yang masih panas atau bernafas di saat minum.
Hadits Ibnu Abbas menuturkan “Bahwasanya Nabi Shallallaahu alaihi wa
Sallam melarang bernafas pada bejana minuman atau meniupnya”. (HR.
At-Turmudzi dan dishahihkan oleh Al-Albani).
Tidak berlebih-lebihan di dalam makan dan minum. Karena Rasulullah
Shallallaahu alaihi wa Sallam bersabda: “Tiada tempat yang yang lebih
buruk yang dipenuhi oleh seseorang daripada perutnya, cukuplah bagi
seseorang beberapa suap saja untuk menegakkan tulang punggungnya;
jikapun terpaksa, maka sepertiga untuk makanannya, sepertiga untuk
minu-mannya dan sepertiga lagi untuk bernafas”. (HR. Ahmad dan
dishahihkan oleh Al-Albani).
Hendaknya pemilik makanan (tuan rumah) tidak melihat ke muka
orang-orang yang sedang makan, namun seharusnya ia menundukkan pandangan
matanya, karena hal tersebut dapat menyakiti perasaan mereka dan
membuat mereka menjadi malu.
Hendaknya kamu tidak memulai makan atau minum sedangkan di dalam
majlis ada orang yang lebih berhak memulai, baik kerena ia lebih tua
atau mempunyai kedudukan, karena hal tersebut bertentangan dengan etika.
Jangan sekali-kali kamu melakukan perbuatan yang orang lain bisa
merasa jijik, seperti mengirapkan tangan di bejana, atau kamu
mendekatkan kepalamu kepada tempat makanan di saat makan, atau berbicara
dengan nada-nada yang mengandung makna kotor dan menjijik-kan.
Jangan minum langsung dari bibir bejana, berdasarkan hadits Ibnu
Abbas beliau berkata, “Nabi Shallallaahu alaihi wa Sallam melarang minum
dari bibir bejana wadah air.” (HR. Al Bukhari)
Disunnatkan minum sambil duduk, kecuali jika udzur, karena di dalam
hadits Anas disebutkan “Bahwa sesungguhnya Nabi Shallallaahu alaihi wa
Sallam melarang minum sambil berdiri”. (HR. Muslim).
16.ETIKA BERTAMU
Untuk orang yang mengundang :
Hendaknya mengundang orang-orang yang bertaqwa, bukan orang yang
fasiq. Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Sallam bersabda: “Janganlah
kamu bersahabat kecuali dengan seorang mu`min, dan jangan memakan
makananmu kecuali orang yang bertaqwa”. (HR. Ahmad dan dinilai hasan
oleh Al-Albani).
Jangan hanya mengundang orang-orang kaya untuk jamuan dengan
mengabaikan orang-orang fakir. Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Sallam
bersbda: “Seburuk-buruk makanan adalah makanan pengantinan (walimah),
karena yang diundang hanya orang-orang kaya tanpa orang-orang faqir.”
(Muttafaq’ alaih).
Undangan jamuan hendaknya tidak diniatkan berbangga-bangga dan
berfoya-foya, akan tetapi niat untuk mengikuti sunnah Rasulullah
Shallallaahu alaihi wa Sallam dan membahagiakan teman-teman sahabat.
Tidak memaksa-maksakan diri untuk mengundang tamu. Di dalam hadits
Anas Radhiallaahu anhu ia menuturkan: “Pada suatu ketika kami ada di
sisi Umar, maka ia berkata: “Kami dilarang memaksa diri” (membuat diri
sendiri repot).” (HR. Al-Bukhari)
Jangan anda membebani tamu untuk membantumu, karena hal ini bertentangan dengan kewibawaan.
Jangan kamu menampakkan kejemuan terhadap tamumu, tetapi tampakkanlah
kegembiraan dengan kahadirannya, bermuka manis dan berbicara ramah.
Hendaklah segera menghidangkan makanan untuk tamu, karena yang demikian itu berarti menghormatinya.
Jangan tergesa-gesa untuk mengangkat makanan (hida-ngan) sebelum tamu selesai menikmati jamuan.
Disunnatkan mengantar tamu hingga di luar pintu rumah. Ini menunjukkan penerimaan tamu yang baik dan penuh perhatian.
Bagi tamu :
Hendaknya memenuhi undangan dan tidak terlambat darinya kecuali ada
udzur, karena hadits Nabi Shallallaahu alaihi wa Sallam mengatakan:
“Barangsiapa yang diundang kepada walimah atau yang serupa, hendaklah ia
memenuhinya”. (HR. Muslim).
Hendaknya tidak membedakan antara undangan orang fakir dengan
undangan orang yang kaya, karena tidak memenuhi undangan orang faqir itu
merupakan pukulan (cambuk) terhadap perasaannya.
Jangan tidak hadir sekalipun karena sedang berpuasa, tetapi hadirlah
pada waktunya, karena hadits yang bersumber dari Jabir Shallallaahu
alaihi wa Sallam menyebutkan bahwasanya Rasulullah Shallallaahu alaihi
wa Sallam telah bersabda:”Barangsiapa yang diundang untuk jamuan
sedangkan ia berpuasa, maka hendaklah ia menghadirinya. Jika ia suka
makanlah dan jika tidak, tidaklah mengapa. (HR. Ibnu Majah dan
dishahihkan oleh Al-Albani).
Jangan terlalu lama menunggu di saat bertamu karena ini memberatkan
yang punya rumah juga jangan tergesa-gesa datang karena membuat yang
punya rumah kaget sebelum semuanya siap.
Bertamu tidak boleh lebih dari tiga hari, kecuali kalau tuan rumah memaksa untuk tinggal lebih dari itu.
Hendaknya pulang dengan hati lapang dan memaafkan kekurang apa saja yang terjadi pada tuan rumah.
Hendaknya mendo`akan untuk orang yang mengundangnya seusai menyantap hidangannya. Dan di antara do`a yang ma’tsur adalah :
أَفْطَرَ عِنْدَكُمُ الصَّائِمُوْنَ ، وَأَكَلَ طَعَامَكُمُ اْلأَبْرَارُ ، وَصَلَّتْ عَلَيْكُمْ المَلاَئِكَةُ (رواه أبو داود )
“Orang yang berpuasa telah berbuka puasa padamu. dan orang-orang yang
baik telah memakan makananmu dan para malaikan telah bershalawat
untukmu”. (HR. Abu Daud, dishahihkan Al-Albani).
اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لَهُمْ وَارْحَمْهُمْ وَبَارِكْ لَهُمْ فِيْمَا
رَزَقْتَهُمْ ، اَللَّهُمَّ أَطْعِمْ مَنْ أَطْعَمَنَا وَاسْقِ مَنْ
سَقَانَا
“Ya Allah, ampunilah mereka, belas kasihilah mereka, berkahilah bagi
mereka apa yang telah Engkau karunia-kan kepada mereka. Ya Allah,
berilah makan orang yang telah memberi kami makan, dan berilah minum
orang yang memberi kami minum”.
17.ETIKA MENJENGUK ORANG SAKIT
Untuk orang yang berkunjung (menjenguk) :
Hendaknya tidak lama di dalam berkunjung, dan mencari waktu yang
tepat untuk berkunjung, dan hendaknya tidak menyusahkan si sakit, bahkan
berupaya untuk menghibur dan membahagiakannya.
Hendaknya mendekat kepada si sakit dan menanyakan keadaan dan
penyakit yang dirasakannya, seperti mengata-kan: “Bagaimana kamu rasakan
keadaanmu?”. Sebagai-mana pernah dilakukan oleh Rasulullah Shallallaahu
alaihi wa Sallam.
Mendo`akan semoga cepat sembuh, dibelaskasihi Allah, selamat dan
disehatkan. Ibnu Abbas Radhiallaahu anhu telah meriwayat-kan bahwasanya
Nabi Shallallaahu alaihi wa Sallam apabila beliau menjenguk orang sakit,
ia mengucapkan: “Tidak apa-apa. Sehat (bersih) insya Allah”. (HR.
Al-Bukhari). Dan berdo`a tiga kali sebagai-mana dilakukan oleh Nabi
Shallallaahu alaihi wa Sallam.
Mengusap si sakit dengan tangan kanannya, dan berdo`a:
أَذْهِبِ الْبَأْسَ رَبَّ النَّاسِ ، اِشْفِ أَنْتَ الشَّافِي ، لاَ شِفَاءَ إِلاَّ سِفَاؤُكَ ، شِفَاءً لاَ بُغَادِرُ سَقَمًا
“Hilangkanlah kesengsaraan (penyakitnya) wahai Tuhan bagi manusia,
sembuhkanlah, Engkau Maha Penyembuh, tiada kesembuhan kecuali kesembuhan
dari-Mu, kesembuhan yang tidak meninggalkan penyakit”.
(Muttafaq’alaih).
Mengingatkan si sakit untuk bersabar atas taqdir Allah Subhanahu wa
Ta’ala dan jangan mengatakan “tidak akan cepat sembuh”, dan hendaknya
tidak mengharapkan kematiannya sekalipun penyakitnya sudah kronis.
Hendaknya mentalkinkan kalimat Syahadat bila ajalnya akan tiba,
memejamkan kedua matanya dan mendo`akan-nya. Rasulullah Shallallaahu
alaihi wa Sallam telah bersabda: “Talkinlah orang yang akan meninggal di
antara kamu “La ilaha illallah”. (HR. Muslim).
Untuk orang yang sakit:
Hendaknya segera bertobat dan bersungguh-sungguh beramal shalih.
Berbaik sangka kepada Allah, dan selalu mengingat bahwa ia
sesungguhnya adalah makhluk yang lemah di antara makhluk Allah lainnya,
dan bahwa sesungguhnya Allah Subhanahu wa Ta’ala tidak membutuhkan untuk
menyiksanya dan tidak mem-butuhkan ketaatannya
Hendaknya cepat meminta kehalalan atas kezhaliman-kezhaliman yang
dilakukan olehnya, dan segera mem-bayar/menunaikan hak-hak dan kewajiban
kepada pemi-liknya, dan menyampaikan amanat kepada yang berhak
menerimanya.
Memperbanyak zikir kepada Allah, membaca Al-Qur’an dan beristighfar (minta ampun).
Mengharap pahala dari Allah dari musibah (penyakit) yang dideritanya,
karena dengan demikian ia pasti diberi pahala. Rasulullah Shallallaahu
alaihi wa Sallam bersabda: “Apa saja yang menimpa seorang mu’min baik
berupa kesedihan, kesusahan, keletihan dan penyakit, hingga duri yang
menusuknya, melainkan Allah meninggikan karenanya satu derajat baginya
dan mengampuni kesalahannya karenanya”. (Muttafaq’alaih).
Berserah diri dan tawakkal kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dan
berkeyakinan bahwa kesembuhan itu dari Allah, dengan tidak melupakan
usaha-usaha syar`i untuk kesembuhan-nya, seperti berobat dari
penyakitnya.
18.ETIKA JANAZAH DAN TA’ZIAH
Segera merawat janazah dan mengebumikannya untuk meringankan beban
keluarganya dan sebagai rasa belas kasih terhadap mereka. Abu Hurairah
Radhiallaahu anhu di dalam haditsnya menyebutkan bahwasanya Rasulullah
Shallallaahu alaihi wa Sallam telah bersabda: “Segeralah (di dalam
mengurus) jenazah, sebab jika amal-amalnya shalih, maka kebaikanlah yang
kamu berikan kepadanya; dan jika sebaliknya, maka keburukan-lah yang
kamu lepaskan dari pundak kamu”. (Muttafaq alaih).
Tidak menangis dengan suara keras, tidak meratapinya dan tidak
merobek-robek baju. Karena Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Sallam
telah bersabda: “Bukan golongan kami orang yang memukul-mukul pipinya
dan merobek-robek bajunya, dan menyerukan kepada seruan jahiliyah”. (HR.
Al-Bukhari).
Disunatkan mengantar janazah hingga dikubur. Rasulullah Shallallaahu
alaihi wa Sallam bersada: “Barangsiapa yang menghadiri janazah hingga
menshalatkannya, maka baginya (pahala) sebesar qirath; dan barangsiapa
yang menghadirinya hingga dikuburkan maka baginya dua qirath”. Nabi
ditanya: “Apa yang disebut dua qirath itu?”. Nabi menjawab: “Seperti dua
gunung yang sangat besar”. (Muttafaq’alaih).
Memuji si mayit (janazah) dengan mengingat dan menyebut
kebaikan-kebaikannya dan tidak mencoba untuk menjelek-jelekkannya.
Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Sallam bersabda:”Janganlah kamu
mencaci-maki orang-orang yang telah mati, karena mereka telah sampai
kepada apa yang telah mereka perbuat”. (HR. Al-Bukhari).
Memohonkan ampun untuk janazah setelah dikuburkan. Ibnu Umar
Radhiallaahu anhu pernah berkata: “Adalah Rasulullah Shallallaahu alaihi
wa Sallam apabila selesai mengubur janazah, maka berdiri di atasnya dan
bersabda:”Mohonkan ampunan untuk saudaramu ini, dan mintakan kepada
Allah agar ia diberi keteguhan, karena dia sekarang akan ditanya”. (HR.
Abu Daud dan dishahihkan oleh Albani).
Disunatkan menghibur keluarga yang berduka dan memberikan makanan
untuk mereka. Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Sallam telah bersabda:
“Buatkanlah makanan untuk keluarga Ja`far, karena mereka sedang ditimpa
sesuatu yang membuat mereka sibuk”. (HR. Abu Daud dan dinilai hasan oleh
Al-Albani).
Disunnatkan berta`ziah kepada keluarga korban dan menyarankan mereka
untuk tetap sabar, dan mengatakan kepada mereka: “Sesungguhnya milik
Allahlah apa yang telah Dia ambil dan milik-Nya jualah apa yang Dia
berikan; dan segala sesuatu disisi-Nya sudah ditetapkan ajalnya. Maka
hendaklah kamu bersabar dan mengharap pahala dari-Nya”.
(Muttafaq’alaih).
19.ETIKA SAFAR (BEPERGIAN JAUH)
Disunnatkan bagi orang yang berniat untuk melakukan perjalan jauh
(safar) beristikharah terlebih dahulu kepada Allah mengenai rencana
safarnya itu, dengan sholat dua raka`at di luar shalat wajib, lalu
berdo`a dengan do`a istikharah.
Hendaknya bertobat kepada Allah Shallallaahu alaihi wa Sallam dari
segala kemak-siatan yang pernah ia lakukan dan meminta ampun kepada-Nya
dari segala dosa yang telah diperbuatnya, sebab ia tidak tahu apa yang
akan terjadi di balik kepergiannya itu.
Hendaknya ia mengembalikan barang-barang yang bukan haknya dan
amanat-amanat kepada orang-orang yang berhak menerimanya, membayar
hutang atau menyerah-kannya kepada orang yang akan melunasinya dan
berpesan kebaikan kepada keluarganya.
Membawa perbekalan secukupnya, seperti air, makanan dan uang.
Disunnatkan bagi musafir pergi dengan ditemani oleh teman yang shalih
selama perjalanannya untuk meringankan beban diperjalananya dan
menolongnya bila perlu. Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Sallam telah
bersabda: “Kalau sekiranya manusia mengetahui apa yang aku ketahui di
dalam kesendirian, niscaya tidak ada orang yang menunggangi kendaraan
(musafir) yang berangkat di malam hari sendirian”. (HR. Al-Bukhari)
Disunnatkan bagi para musafir apabila jumlah mereka lebih dari tiga
orang mengangkat salah satu dari mereka sebagai pemimpin (amir), karena
hal tersebut dapat memper-mudah pengaturan urusan mereka. Rasulullah
Shallallaahu alaihi wa Sallam bersabda: “Apabila tiga orang keluar untuk
safar, maka hendaklah mereka mengangkat seorang amir dari mereka”. (HR.
Abu Daud dan dishahihkan oleh Al-Albani).
Disunnatkan berangkat safar pada pagi (dini) hari dan sore hari,
karena Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Sallam bersabda: “Ya Allah,
berkahilah bagi ummatku di dalam kediniannya”. Dan juga bersabda:
“Hendaknya kalian memanfaatkan waktu senja, karena bumi dilipat di malam
hari”. (Keduanya diriwayat-kan oleh Abu Daud dan dishahihkan oleh
Al-Albani).
Disunatkan bagi musafir apabila akan berangkat mengu-capkan selamat
tinggal kepada keluarga, kerabat dan teman-temannya, sebagaimana
dilakukan oleh Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Sallam dan dia
sabdakan: “Aku titipkan kepada Allah agamamu, amanatmu dan
penutup-penutup amal perbuatanmu”. (HR. At-Turmudzi, dishahihkan oleh
Al-Albani).
Apabila si musafir akan naik kendaraannya, baik berupa mobil atau
lainnya, maka hendaklah ia membaca basmalah; dan apabila telah berada di
atas kendaraannya hendaklah ia bertakbir tiga kali, kemudian membaca
do`a safar berikut ini:
سُبْحَانَ الَّذِي سَخَّرَ لَنَا هذَا وَمَا كُنَّا لَهُ مُقْرِنِيْنَ ،
وَإِنَّا إِلَى رَبِّنَا لَمُنْقَلِبُوْنَ ، اَللَّهُمَّ إِنَّا
نَسْأَلُكَ فِي سَفَرِنَا هَذَا البِرَّ وَالتَّقْوَى ، وَمِنَ الْعَمَلِ
مَا تَرْضَى ، اَللَّهُمَّ هَوِّنْ عَلَيْنَا سَفَرَنَا هَذَا وَاطْوِ
عَنَّا بُعْدَهُ ، اَللَّهُمَّ أَنْتَ الصَّاحِبُ فِي السَّفَرِ
وَالْخَلِيْفَةُ فِي اْلأَهْلِ ، اَللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوْذُ بِكَ مِنْ
وَعَثَاءِ السَّفَرِ وَكَآبَةِ اْلمَنْظَرِ ، وَسُوْءِ الْمُنْقَلَبِ فِي
اْلمَالِ وَالأَهْلِ (رواه مسلم )
“Maha Suci Tuhan yang telah menundukkan semua ini bagi kami, padahal
kami sebelumnya tidak mampu menguasainya, dan sesungguhnya kami akan
kembali kepada Tuhan kami; Ya Allah, sesungguhnya kami memohon kepadamu
di dalam perjalanan kami ini kebajikan dan ketaqwaan, dan amal yang
Engkau ridhai; Ya Allah, mudahkanlah perjalannan ini bagi kami dan
dekatkanlah kejauhannya; Ya Allah, Engkau adalah Penyerta kami di dalam
perjalanan ini dan Pengganti kami di keluarga kami; Ya Allah,
sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu dari bencana safar dan kesedihan
pemandangan, dan keburukan tempat kembali pada harta dan keluarga”. (HR.
Muslim).
Disunnatkan bertakbir di saat jalan menanjak dan bertasbih di saat
menurun, karena ada hadits Jabir yang menuturkan: “Apabila (jalan) kami
menanjak, maka kami bertakbir, dan apabila menurun maka kami bertasbih”.
(HR. Al-Bukhari).
Disunnatkan bagi musafir selalu berdo`a di saat perjala-nannya, karena do`anya mustajab (mudah dikabulkan).
Apabila si musafir perlu untuk bermalam atau beristirahat di tengah
perjalanannya, maka hendaknya menjauh dari jalan; karena Rasulullah
Shallallaahu alaihi wa Sallam bersabda: “Apabila kamu hendak mampir
untuk beristirahat, maka menjauhlah dari jalan, karena jalan itu adalah
jalan binatang melata dan tempat tidur bagi binatang-binatang di malam
hari”. (HR. Muslim).
Apabila musafir telah sampai tujuan dan menunaikan keperluannya dari
safar yang ia lakukan, maka hendaknya segera kembali ke kampung
halamannya. Di dalam hadits Abu Hurairah Radhiallaahu anhu disebutkan
diantaranya: “……Apabila salah seorang kamu telah menunaikan hajatnya
dari safar yang dilakukannya, maka hendaklah ia segera kembali ke
kampung halamannya”. (Muttafaq’ alaih).
Disunnatkan pula bagi si musafir apabila ia kembali ke kampung
halamannya untuk tidak masuk ke rumahnya di malam hari, kecuali jika
sebelumnya diberi tahu terlebih dahulu. Hadits Jabir menuturkan :”Nabi
Shallallaahu alaihi wa Sallam melarang seseorang mengetuk rumah
(membangunkan) keluarganya di malam hari”. (Muttafaq’alaih).
Disunnatkan bagi musafir di saat kedatangannya pergi ke masjid
terlebih dahulu untuk shalat dua rakaat. Ka`ab bin Malik meriwayatkan:
“Bahwasanya Nabi Shallallaahu alaihi wa Sallam apabila datang dari
perjalanan (safar), maka ia langsung menuju masjid dan di situ ia shalat
dua raka`at”. (Muttafaq’ alaih).
Etika Nasihat
20.ETIKA BERKOMUNIKASI LEWAT TELEPON
Ceklah dengan baik nomor telepon yang akan anda hubungi sebelum anda
menelpon agar anda tidak mengganggu orang yang sedang tidur atau
mengganggu orang yang sedang sakit atau merisaukan orang lain.
Pilihlah waktu yang tepat untuk berhubungan via telepon, karena
manusia mempunyai kesibukan dan keperluan, dan mereka juga mempunyai
waktu tidur dan istirahat, waktu makan dan bekerja.
Jangan memperpanjang pembicaraan tanpa alasan, karena khawatir orang
yang sedang dihubungi itu sedang mempunyai pekerjaan penting atau
mempunyai janji dengan orang lain.
hendaknya wanita tidak memperindah suara di saat ber-bicara (via
telpon) dan tidak berbicara melantur dengan laki-laki. Allah berfirman
yang artinya: “Maka janganlah kamu tunduk dalam berbicara sehingga
berkeinginanlah orang yang ada penyakit dalam hatinya, dan ucapkanlah
perkataan yang baik”. (Al-Ahzab: 32).
Maka hendaknya wanita berhati-hati, jangan berbicara diluar kebiasaan
dan tidak melantur berbicara dengan lawan jenisnya via telepon, apa
lagi memperpanjang pembicaraan, memperindah suara, memperlembut dan lain
sebagainya.
Hendaknya penelpon memulai pembicaraannya dengan ucapan
Assalamu`alaikum, karena dia adalah orang yang datang, maka dari itu ia
harus memulai pembicaraannya dengan salam dan juga menutupnya dengan
salam.
Tidak memakai telpon orang lain kecuali seizin pemilik-nya, dan itupun bila terpaksa.
Tidak merekam pembicaraan lawan bicara kecuali seizin darinya, apapun
bentuk pembicaraannya. Karena hal tersebut merupakan tindakan
pengkhianatan dan mengungkap rahasia orang lain, dan inilah tipu
muslihat. Dan apabila rekaman itu kamu sebarluaskan maka itu berarti
lebih fatal lagi dan merupakan penodaan terhadap amanah. Dan termasuk di
dalam hal ini juga adalah merekam pembicaraan orang lain dan apa yang
terjadi di antara mereka. Maka, ini haram hukumnya, tidak boleh
dikerjakan!
Tidak menggunakan telepon untuk keperluan yang negatif, karena
telepon pada hakikatnya adalah nikmat dari Allah yang Dia berikan kepada
kita untuk kita gunakan demi memenuhi keperluan kita. Maka tidak
selayaknya jika kita menjadikannya sebagai bencana, menggunakannya untuk
mencari-cari kejelekan dan kesalahan orang lain dan mencemari
kehormatan mereka, dan menyeret kaum wanita ke jurang kenistaan. Ini
haram hukumnya, dan pelakunya layak dihukum.
21.ETIKA PENGANTIN DAN PERGAULAN SUAMI-ISTRI
Merayu istri dan bercanda dengannya di saat santai berduaan. Nabi
Shallallaahu alaihi wa Sallam selalu bercanda, tertawa dan merayu
istri-istrinya.
Meletakkan tangan di kepala istri dan mendo`akannya. Rasulullah
Shallallaahu alaihi wa Sallam bersabda: “Apabila salah seorang kamu
menikahi seorang wanita, maka hendaklah ia memegang ubun-ubunnya, dan
bacalah bimillah lalu mohon berkahlah kepada Allah, dan hendaknya ia
membaca:
اَللَّهُمَّ إِنِّي أَسْأَلُكَ مِنْ خَيْرِهَا وَخَيْرِ مَا جَبَلْتَهَا
عَلَيهِ ، وَأَعُوذُ بِكَ مِنْ شَرِّهَا وَشَرِّ مَا جَبَلْتَهَا عَلَيْهِ
(رواه أبو داود وحسن إسناده الألباني )
“(Ya Allah, sesungguhnya aku memohon kepada-Mu dari kebaikannya dan
kebaikan sifat yang ada padanya; dan aku berlindung kepada-Mu dari
keburukanya dan keburukan sifat yang ada padanya)” (HR. Abu Daud dan
dihasankan oleh Al-Albani).
Disunnahkan bagi kedua mempelai melakukan shalat dua raka`at bersama, karena hal tersebut dinukil dari kaum salaf.
Membaca basmalah sebelum melakukan jima`. Rasulullah Shallallaahu
alaihi wa Sallam bersabda: “Kalau sekiranya seorang di antara kamu
hendak bersenggama dengan istrinya membaca :
ِبسمِ اللهِ اَللَّهُمَّ جَنِّبْنَا الشَّيْطَانَ وَجَنِّبِ الشَّيْطَانَ مَا رَزَقْتَنَا
“(Dengan menyebut nama Alllah, ya Allah, jauhkanlah setan dari kami
dan jauhkan syetan dari apa yang Engkau rizkikan kepada kami), maka
sesungguhnya jika keduanya dikaruniai anak dari persenggamaannya itu,
niscaya ia tidak akan dibahayakan oleh setan selama-lamanya” (Muttafaq
alaih).
Jika sang suami ingin bersenggama lagi, maka dianjurkan berwudhu
terlebih dahulu, karena Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Sallam
bersabda: “Apabila salah seorang kamu telah bersetubuh dengan istrinya,
lalu ingin mengulanginya kembali maka hendaklah ia berwudhu”. (HR.
Muslim).
Disunatkan bagi kedua suami istri berwudhu sebelum tidur sesudah
melakukan jima`, karena hadits Aisyah menuturkan :”Adalah Rasulullah
Shallallaahu alaihi wa Sallam apabila beliau hendak makan atau tidur
sedangkan ia junub, maka beliau mencuci kemaluannya dan berwudhu
sebagaimana wudhu untuk shalat” (Muttafaq’alaih).
Haram bagi suami menyetubuhi istrinya di saat ia sedang haid atau
menyetubuhi duburnya. Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Sallam bersabda:
Barangsiapa yang melakukan persetubuhan terhadap wanita haid atau
wanita pada duburnya, atau datang kepada dukun (tukang sihir) lalu
membenarkan apa yang dikatakannya, maka sesungguhnya ia telah kafir
terhadap apa yang diturunkan kepada Muhammad”. (HR. Al-Arba`ah dan
dishahihkan oleh Al-Alnbani).
Haram bagi suami-istri menyebarkan tentang rahasia hubungan keduanya.
Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Sallam bersabda: “Sesungguh-nya
manusia yang paling buruk kedudukannya di sisi Allah pada hari Kiamat
adalah orang lelaki yang berhubungan dengan istrinya (jima`), kemudian
ia menyebarkan rahasianya”. (HR. Muslim).
Hendaknya masing-masing saling bergaul dengan baik, dan melaksanakan
kewajiban masing-masing terhadap yang lain. Allah Subhanahu wa Ta’ala
berfirman yang artinya: “Dan para istri mempunyai hak yang seimbang
dengan kewajibannya menurut yang ma`ruf”. (Al-Baqarah: 228).
Hendaknya suami berlaku lembut dan bersikap baik terhadap istrinya
dan mengajarkan sesuatu yang dipan-dang perlu tentang masalah agamanya,
serta menekankan apa-apa yang diwajib Allah terhadapnya. Rasulullah
Shallallaahu alaihi wa Sallam telah bersabda: “Ingatlah, berpesan
baiklah selalu kepada istri, karena sesungguhnya mereka adalah tawanan
disisi kalian….” (HR. Turmudzi dan dishahihkan oleh Al-Albani).
Hendaknya istri selalu ta`at kepada suaminya sesuai kemampuannya asal
bukan dalam hal kemaksiatan, dan hendaknya tidak mematuhi siapapun dari
keluarganya bila tidak disukai oleh suami dan bertentangan dengan
kehendaknya, dan hendaknya istri tidak menolak ajakan suami bila
mengajaknya. Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Sallam bersabda: “Apabila
suami mengajak istrinya ke tempat tidutrnya lalu ia tidak memenuhi
ajakannya, lalu sang suami tidur dalam keadaan marah kepadanya, maka
malaikat melaknat wanita tersebut hingga pagi”. (Muttafaq alaih).
Hendaknya suami berlaku adil terhadap istri-istrinya di dalam
masalah-masalah yang harus bertindak adil. Rasulullah Shallallaahu
alaihi wa Sallam bersabda: “Barangsiapa mempunyai dua istri, lalu ia
lebih cenderung kepada salah satunya, niscaya ia datang di hari Kiamat
kelak dalam keadaan sebelah badannya miring”. (HR. Abu Daud dan
dishahihkan oleh Al-Albani).
22.ETIKA DI PASAR
Hendaknya berdzikir kepada Allah di saat masuk ke pasar, karena
Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Sallam bersabda: “Barangsiapa yang
masuk ke pasar lalu membaca:
لاَ إلهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ ، لَهُ الْمُلْكُ
وَلَهُ الْحَمْدُ يُحْيِ وَيُمِيْتُ ، وَهُوَ حَيٌّ لاَ يَمُوْتُ ،
بِيَدِهِ الْخَيْرُ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْئٍ قَدِيْرٌ
“(Tiada tuhan yang berhak disembah selain Allah semata, tiada sekutu
bagi-Nya, milik-Nyalah kerajaan, dan kepunyaan-Nyalah segala pujian, Dia
yang menghidupkan dan yang mematikan, dan Dia Maha Hidup tidak akan
mati; di tangan-Nyalah segala kebaikan, dan Dia Maha Kuasa atas segala
sesuatu), maka Allah mencatat sejuta kebajikan baginya, dan menghapus
sejuta dosa darinya, dan Dia tinggikan baginya sejuta derajat dan Dia
bangunkan satu istana baginya di dalam surga”. (HR. Ahmad dan
At-Turmudzi, di nilai hasan oleh Al-Albani).
Tidak menyaringkan suara dengan berbagai pertengkaran dan perdebatan.
Di antara sifat kepribadian Nabi Shallallaahu alaihi wa Sallam adalah
Bahwasanya beliau bukanlah seorang yang keras kepala atau keras hati dan
bukan pula orang yang suka teriak-teriak di pasar dan juga bukan orang
yang membalas keburukan dengan keburukan, akan tetapi ia mema`afkan dan
mengampuni’. (HR. Al-Bukhari).
Menjaga kebersihan pasar. Pasar tidak boleh dicemari dengan kotoran
dan sampah, karena hal tersebut dapat melumpuhkan arus jalanan dan
menjadi sumber bau busuk yang mengganggu.
Menjaga agar selalu memenuhi akad dan janji serta
kesepakatan-kesepakatan di antara dua belah fihak (pembeli dan penjual).
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman yang artinya: “Wahai orang-orang
yang beriman, penuhilah akad-akad itu”. (Al-Ma’idah : 1)
Mengukuhkan jual beli dengan persaksian atau catatan (dokumentasi),
karena Allah Subhanahu wa Ta’ala telah berfirman yang artinya: “Dan
persaksikanlah apabila kamu berjual beli”. (Al-Baqarah: 282).
Bersikap ramah dan memberikan kemudahan di dalam proses jual beli.
Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Sallam bersabda: “Allah akan belas
kasih kepada seorang hamba yang ramah apabila menjual, ramah apabila
membeli dan ramah apabila memberikan keputusan”. (HR. Al-Bukhari).
Jujur, terbuka dan tidak menyembunyikan cacat barang jualan.
Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Sallam bersabda: “Seorang muslim itu
adalah saudara muslim lainnya, maka tidak halal bagi seorang muslim
membeli dari saudaranya suatu pembelian yang ada cacatnya kecuali telah
dijelaskannya terlebih dahulu”. (HR. Ahmad dan dishahihkan oleh
Al-Albani).
Jangan mudah mengobral sumpah di dalam berjual beli. Rasulullah
Shallallaahu alaihi wa Sallam bersabda: “Hindarilah banyak bersumpah di
dalam berjual-beli, karena sumpah itu dapat menghabiskan (barang)
kemudian membatalkan (barakahnya)”. (HR. Muslim).
Menghindari penipuan, kecurangan dan pengkaburan serta
berlebih-lebihan di dalam menarik keuntungan. Telah diriwayatkan bahwa
sesungguhnya Nabi Shallallaahu alaihi wa Sallam pernah menjumpai
setumpuk makanan, maka Nabi memasukkan tangannya ke dalam tumpukan
tersebut, maka jari-jemarinya basah. Maka beliau bersabda: “Apa ini,
wahai si pemilik makanan?” Pemilik makanan menjawab :Terkena hujan,
wahai Rasulullah. Maka Nabi bersabda: “Kenapa bagian yang basah tidak
kamu letakkan di paling atas agar dilihat oleh manusia? Barangsiapa yang
curang terhadap kami, maka ia bukan dari golongan kami”. (HR. Muslim).
Menghindari perbuatan curang di dalam menakar atau menimbang barang
dan tidak menguranginya. Allah berfirman yang artinya: “Celakalah bagi
orang-orang yang curang, yaitu orang-orang yang apabila menerima takaran
dari orang lain mereka minta dipenuhi, dan apabila mereka menakar atau
menimbang untuk orang lain, mereka mengurangi”. (Al-Muthaffifin : 1-3).
Menghindari riba, penimbunan barang dan segala per-buatan yang dapat
merugikan orang banyak. Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Sallam
bersabda: “Allah mengutuk (melaknat) pemakan riba, pemberinya, saksi dan
penulisnya”. (HR. Ahmad, dan dishahihkan oleh Al-Albani). Dan Nabi
Shallallaahu alaihi wa Sallam bersabda: “Tidak akan menimbun barang
kecuali orang yang salah “. (HR. Muslim).
Membersihkan pasar dari segala barang yang haram diperjual-belikan.
Menghindari promosi-promosi palsu yang bertujuan menarik perhatian
pembeli dan mendorongnya untuk membeli, karena Rasulullah Shallallaahu
alaihi wa Sallam telah melarang najasy. (Muttafaq’alaih). Najasy adalah
semacam promosi palsu.
Hindarilah penjulan barang rampasan (hasil ghashab) dan curian. Allah
Subhanahu wa Ta’ala berfirman yang artinya: “Wahai orang-orang yang
beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesama kamu dengan jalan
yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka
sama suka di antara kamu”. (Al-Nisa: 29).
Menundukkan pandangan mata dari wanita dan menghindar dari
percampurbauran dan berdesak-desakan dengan mereka. Allah Subhanahu wa
Ta’ala berfirman yang artinya: “Katakanlah kepada laki-laki yang
beriman: “Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan memelihara
kemaluannya; yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka,
sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat. Dan
katakanlah kepada wanita yang beriman: “Hendaklah mereka menahan
pandangannya, dan memelihara kemaluannya; (An-Nur: 30-31).
Selalu menjaga syi`ar-syi`ar agama (shalat berjama`ah, dll.), tidak
melalaikan shalat berjama`ah karena berjual-beli. Maka sebaik-baik
manusia adalah orang yang keduniaannya tidak membuatnya lalai terhadap
masalah-masalah akhiratnya atau sebaliknya. Allah berfirman yang
artinya: “Laki-laki yang tidak dilalaikan oleh perniagaan dan tidak
(pula) oleh jual beli dari mengingat Allah, dan (dari) mendirikan
shalat, dan (dari) menunaikan zakat”. (An-Nur: 37).
23.ETIKA BERTETANGGA
Menghormati tetangga dan berprilaku baik terhadap mereka. Rasulullah
Shallallaahu alaihi wa Sallam bersabda, sebagaimana di dalam hadits Abu
Hurairah Radhiallaahu anhu : “….Barangsiapa yang beriman kepada Allah
dan hari Akhir, maka hendaklah ia memu-liakan tetangganya”. Dan di dalam
riwayat lain disebutkan: “hendaklah ia berprilaku baik terhadap
tetangganya”. (Muttafaq’alaih).
Bangunan yang kita bangun jangan mengganggu tetangga kita, tidak
membuat mereka tertutup dari sinar mata hari atau udara, dan kita tidak
boleh melampaui batasnya, apakah merusak atau mengubah miliknya, karena
hal tersebut menyakiti perasaannya.
Hendaknya Kita memelihara hak-haknya di saat mereka tidak di rumah.
Kita jaga harta dan kehormatan mereka dari tangan-tangan orang jahil;
dan hendaknya kita ulurkan tangan bantuan dan pertolongan kepada mereka
yang membutuhkan, serta memalingkan mata kita dari wanita mereka dan
merahasiakan aib mereka.
Tidak melakukan suatu kegaduhan yang mengganggu mereka, seperti suara
radio atau TV, atau mengganggu mereka dengan melempari halaman mereka
dengan kotoran, atau menutup jalan bagi mereka. Rasulullah Shallallaahu
alaihi wa Sallam telah bersabda: “Demi Allah, tidak beriman; demi Allah,
tidak beriman; demi Allah, tidak beriman! Nabi ditanya: Siapa, wahai
Rasulullah? Nabi menjawab: “Adalah orang yang tetangganya tidak merasa
tentram karena perbuatan-nya”. (Muttafaq’alaih).
Jangan kikir untuk memberikan nasihat dan saran kepada mereka, dan
seharusnya kita ajak mereka berbuat yang ma`ruf dan mencegah yang munkar
dengan bijaksana (hikmah) dan nasihat baik tanpa maksud menjatuhkan
atau menjelek-jelekkan mereka.
Hendaknya kita selalu memberikan makanan kepada tetangga kita.
Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Sallam bersabda kepada Abu Dzarr:
“Wahai Abu Dzarr, apabila kamu memasak sayur (daging kuah), maka
perbanyaklah airnya dan berilah tetanggamu”. (HR. Muslim).
Hendaknya kita turut bersuka cita di dalam kebahagiaan mereka dan
berduka cita di dalam duka mereka; kita jenguk bila ia sakit, kita
tanyakan apabila ia tidak ada, bersikap baik bila menjumpainya; dan
hendaknya kita undang untuk datang ke rumah. Hal-hal seperti itu mudah
membuat hati mereka jinak dan sayang kepada kita.
Hendaknya kita tidak mencari-cari kesalahan/kekeliruan mereka dan
jangan pula bahagia bila mereka keliru, bahkan seharusnya kita tidak
memandang kekeliruan dan kealpaan mereka.
Hendaknya kita sabar atas prilaku kurang baik mereka terhadap kita.
Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Sallam bersabda: “Ada tiga kelompok
manusia yang dicintai Allah…. –Disebutkan di antaranya- :Seseorang yang
mempunyai tetangga, ia selalu disakiti (diganggu) oleh tetangganya,
namun ia sabar atas gangguannya itu hingga keduanya dipisah oleh
kematian atau keberangkatannya”. (HR. Ahmad dan dishahihkan oleh
Al-Albani).
Sumber tulisan:
https://kartino.wordpress.com/adab-seorang-muslim/